Pakar ITB: Semua Kemasan Plastik Berpotensi, Diskriminatif Melabeli Bahaya Satu Jenis Kemasan

21 September 2022, 06:53 WIB
Penelitian Galon PET Air Mineral di Laboratorium UI /Foto Greenpeace/Arahkata

ARAHKATA - Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung, Prof. Ahmad Zainal Abidin, mengatakan semua jenis plastik memiliki potensi migrasi zat kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya.

Melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.

Sebagaimana diketahui, ada banyak jenis zat plastik yang boleh digunakan sebagai kemasan makanan minuman termasuk Polikarbonat (PC), Poly Etilene Tereftalat (PET), Poly Propilen (PP) dan lain lain.

Baca Juga: Kohati PB HMI Minta Connie Bakrie Setop Provokasi TNI

Beragam jenis plastik tersebut digunakan sebagai kemasan pangan karena sifatnya yang _inert_ (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitar).

Dalam dua tahun terakhir ini, ada upaya untuk mendiskreditkan kemasan plastik polikarbonat (PC) yang digunakan sebagai kemasan galon air.

Menurut Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan (ASPADIN), ada beberapa pihak yang secara masif dan sistematis membangun narasi mengenai bahaya Bisohenol A dalam kemasan galon multitrip (guna ulang) berbahan polikarbonat (PC) dan mendorong BPOM untuk mengeluarkan regulasi untuk melabeli galon multitrip polikarbonat dengan label ‘berpotensi mengandung BPA’, dikutip ArahKata.com, Rabu, 21 September 2022.

Baca Juga: Heboh Tabloid Anies Baswedan Beredar di Masjid, Walikota Malang Geram Politik Identitas

Berbagai pihak menentang rencana aturan pelabelan BPA ini karena dianggap diskriminatif dan mendorong persaingan tidak sehat antara produk air kemasan galon.

Kemenperin, Kemenko Perekonomian, KPPU dan BSN mengkritisi kebijakan ini karena nuansa diskriminatifnya yang nyata.

“Secara kimia ketahanan panas atau titik melting galon guna ulang berbahan Polikarbonat itu hampir 200-an derajat Celsius dan kemasannya juga keras. Artinya, resiko untuk BPA-nya bermigrasi itu sangat rendah atau hampir tidak mungkin terjadi,” katanya.

Baca Juga: Viral! Aksi Koboi Sopir Toyota Fortuner Todongkan Pistol di Jalan Tol
 
Terkait migrasi zat kimia dari kemasan, dia mengatakan bahwa itu tidak hanya terjadi pada galon guna ulang PC saja tapi juga galon sekali pakai berbahan PET.

Menurutnya, migrasi zat kimia dari kemasan itu  tetap ada akibat masih adanya zat yang belum bereaksi saat pembuatan galon, tapi jumlahnya tidak banyak.
 
“Jadi, kalau ada label berpotensi mengandung BPA pada galon guna ulang polikarbknat, terhadap galon PET yang sekali pakai seharusnya juga diberlakukan hal yang sama. Karena, keduanya sama-sama berpotensi ada migrasi kimia dari kemasannya,” ujar Zainal.

Baca Juga: Komisi II Soroti Permasalahan Tanah IKN, Yanuar Prihatin: Tidak Ada Progress Report ke DPR
 
Pinke Arfianti Dwihapsari, Pembina Industri dan Sub Koordinator untuk Fungsi Industri Minuman Ringan dan Pengolahan Hasil Holtikultura Kemenperin - dalam acara pelatihan jurnalistik yang diselnggarakan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta - menghimbau BPOM untuk berkoordinasi dengan Kemenperin dalam membina industri pangan.


Karena, menurut dia, pada dasarnya produk-produk AMDK yang beredar itu sudah melalui proses memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), di mana pemenuhan syarat SNI itu sudah menjadi syarat keluarnya izin edar dari BPOM.

“Jadi, jika ada porduk di pasar yang tidak sesuai standar, tinggal dipanggil saja produsennya, ditanyakan penyebabnya dan diminta melakukan tindakan agar tidak ada produk diluar standar yang beredar di pasar. Tidak perlu ada aturan aturan baru yang bisa menambah beban industri,” kata Pinke.

Baca Juga: Polisi Gagalkan Peredaran 304 Kg Ganja Jaringan Sumatera-Jawa

Dia mengatakan Kemenperin akan segera meminta klarifikasi kepada BPOM terkait pengungkapan temuan produk AMDK non standar di pasar, bagaimana kajian dan temuan itu dilakukan dan monitoringnya seperti apa.

“Karena, kami dari penerbit regulasi SNI mengharapkan pengawasan itu bisa dilakukan bersama-sama dan bukan hanya dilakukan oleh satu instansi saja,” ucapnya.
 
Di acara yang sama, dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma, membuat perbandingan sifat fungsional kemasan antara galon guna ulang dan galon sekali pakai.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Tidak Diundang PDIP Pada Persiapan Pemilu 2024, Ini Sebabnya

Dia mengatakan bahwa galon guna ulang memiliki banyak keunggulan dibandingkan galon sekali pakai.

“Galon guna ulang lebih fleksibel, sehingga lebih tahan dari resiko pecah atau retak. Galon guna ulang juga memiliki ketahanan gores dan benturan yang lebih baik dan suhu transisi gelas atau Tg yang lebih tinggi, yaitu 150 derajat Celcius dibanding galon sekali pakai yang hanya 70 derajat Celcius, sehingga tahan untuk dicuci dengan suhu panas antara 60-80 derajat Celcius dengan penyikatan menggunakan sikat plastik tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan kemasan.
 
Selain itu, menurut Nugraha, kemasan guna ulang sering disebut juga dengan kemasan multitrip karena mengalami banyak perjalanan, yaitu dari pabrik dikirim ke distributor/toko/penjual lalu dibawa ke konsumen, kemudian kemasan kosong dikembalikan lagi oleh konsumen ke penjual/toko/distributor untuk dikirimkan ke pabrik dan digunakan ulang, dan siklus ini dapat terjadi berulang-ulang hingga kemasan galon itu rusak/pecah.

Baca Juga: Shopee Indonesia PHK Sejumlah Karyawan! Ini Alasannya

Sebaliknya, kata Nugraha, galon sekali pakai memiliki resiko lebih mudah tergores saat dilakukan pencucian dengan menggunakan sikat.
 
“Untuk alasan inilah, galon guna ulang itu memiliki keunggulan dibandingkan galon sekali pakai, karena dapat digunakan untuk kemasan guna ulang atau multitrip yang lebih banyak,” tukasnya.
 
Tidak hanya itu, menurutnya, data absorpsi air menunjukkan bahwa pada galon guna ulang itu absorpsinya lebih rendah dibandingkan pada galon sekali pakai.

Baca Juga: Densus 88 Tangkap Delapan Terduga Teroris Kelompok Anshor Daulah di Dumai

“Sehingga, dapat dikatakan bahwa galon guna ulang lebih tahan terhadap air dibandingkan galon sekali pakai,” pungkasnya.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Tags

Terkini

Terpopuler