Awas Penipuan Online, Kominfo Beberkan 5 Ciri-cirinya

- 21 Agustus 2021, 23:07 WIB
Ilustrasi peretasan
Ilustrasi peretasan /Pixabay/luis gomes

ARAHKATA - Belakangan ini marak sekali penipuan berbasis daring menggunakan data pribadi terutama modus pinjaman online (pinjol) ilegal.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berusaha untuk menjaga dunia maya di Indonesia agar tetap kondusif.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan, mengimbau masyarakat untuk menjaga data diri dan mengenali modus-modus penipuan online.

Baca Juga: Kapolri Turun Tangan Berantas Pinjol Ilegal, Ini Katanya!

“Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering,” ujarnya melalui webinar Mewaspadai Jeratan Pinjaman Online Ilegal, Kamis, 19 Agustus 2021.

Samuel menjelaskan ciri-ciri pertama penipuan online yaitu, phising melalui email atau tautan yang seolah-olah dari lembaga resmi.

"Seolah- olah dari lembaga resminya, namun sebetulnya mereka (pelaku) ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi kita. Data-data pribadi ini biasanya digunakan untuk kejahatan berikutnya. Mereka menanyakan dat-data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian," ucap Samuel.

Baca Juga: Risiko dari Tingginya Target Pajak Sri Mulyani

Modus kedua adalah phraming handphone, yakni penipuan dengan cara mengarahkan korbannya kepada situs web palsu dimana entri domain name system yang ditekan di-click korban akan tersimpan dalam bentuk cache.

"Pelaku akan menaruh atau memasang malware supaya nantinya bisa mengksesnya secara illegal. Kasus seperti ini banyak terjadi umpamanya ada yang whatsapp-nya disadap/diambilalih karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri,” jelasnya.

Baca Juga: Satgas Bantu Atasi Pinjol Ilegal pada Masyarakat

Sniffing merupakan modus penipuan ketiga yang disebutkan Dirjen Samuel. Jenis penipuan ini adalah peretasan terhadap data korban yang dilakukan melalui jaringan.

Sniffing ini paling banyak terjadi bahayanya kalau kita menggunakan/mengakses wifi umum yang ada di publik, apalagi digunakannya untuk bertansaksi. Ini bahaya, karena sniffing itu kan biasanya terjadi di jaringan yang umum diakses publik, di situlah pelaku memanfatkannya,” pungkasnya.

Jenis penipuan online ke empat adalah money mule. Modus ini adalah pelaku meminta korban menerima sejumlah uang ke rekening, lalu nantinya ditrasfer ke rekening orang lain.

Baca Juga: Pandemi, Satgas Minta Masyarakat Tak Mudah Tergoda Pinjol Ilegal

“Kalau di luar negeri mereka berani kliring cek, kita dapat cek tapi begitu kita periksa ternyata cek itu bodong. Begitu kita masukkan, kan kalau di sana prosesnya masuk itu muncul dulu di rekening kita. kalau ternyata tidak clearing, dipotong. Lalu, jika sudah digunakan harus dikembalikan,” kata Samuel.

Sementara di Indonesia, pelaku akan meminta calon korban untuk membayar pajaknya terlebih dahulu.

"Money mule ini biasanya ditanyakan pelaku dengan calon korban, maukah dapat hadiah atau pajaknya dikirim dulu. Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini. Jadi, ini juga marak dan perlu kita waaspadai,” sambung Samuel.

Baca Juga: Simak! Begini Cara Kirim Pesan WhatsApp Tanpa Simpan Nomor

Modus yang terakhir adalah social engineering.

"Jadi social engineering ini, pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tidak sadar memberikan informasi penting dan sensitif yang kita miliki. Pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya. Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga,” jelasnya.

Oleh karena itu, agar tak menjadi korban penipuan online, masyarakat harus teliti membaca dengan benar dan melihat secara seksama isi dari SMS maupun email apakah benar pengirimnya berasal dari institusi asli.

Juga rajin mengganti password (akun sosial media) dan update software agar mendapatkan fitur keamanan terbaru.***

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah