Perhimpunan Guru Berikan Nilai untuk Kinerja Mendikbud 2020, Cek Detailnya !

28 Desember 2020, 20:08 WIB
Koordinator P2G Satriwan Salim dan Mendikbud Nadiem /Rahman Sugidiyanto/Arahkata.com

ARAHKATA - Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan nilai rapor rata-rata 75,2 kategori Predikat C atau pas-pasan untuk kinerja Mendikbud Nadiem Makarim selama tahun 2020. Penilaian ini disampaikan pada Webinar Refleksi Kritis Catatan Akhir Tahun (Catahu) Pendidikan sepanjang 2020 pada Minggu sore, 27 Desember 2020. Catahu Pendidikan ini terselenggara atas kerjasama P2G dengan Vox Point Bidang Pendidikan yang diketuai Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji.

Direktur Pendidikan Vox Point, Indra Charismiadji menilai, apa yang dilakukan Mendikbud selama satu tahun ini (2020, red) adalah suatu kemunduran. “Bahkan kebijakan Mendikbud ini bertolak-belakang dengan rencana program Presiden untuk menyiapkan SDM unggul,” ungkap Indra.

Indra melanjutkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini menjadi Kementerian Paradoks karena apa yang ingin mereka capai bertolak belakang dengan apa yang mereka lakukan.

Baca Juga: Covid19 Masih Tinggi, Yogyakarta Lanjutkan Belajar Daring di 2021

Selanjutnya, penilaian dari P2G tersebut untuk mengukur 15 kebijakan atau program Kemdikbud, khususnya yang berkorelasi dengan dunia persekolahan, guru, dan siswa.

“Nilai 75,2 secara objektif menunjukkan kinerja yang sebenarnya tidak terlalu bagus dari Mendikbud, berdasarkan indikator-indikator yang sudah disusun P2G. Diambil dari 15 kebijakan Mendikbud tahun 2020. Tanpa bertendensi tertentu, P2G berharap potret nilai tersebut diharapkan mampu menjadi pemacu kinerja Mas Nadiem agar lebih baik tahun depan 2021,” demikian disampaikan Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim.

“Dari 15 kebijakan yang kami nilai, rincian skor penilaiannya yaitu: 9 nilai merah (D dan E), 1 nilai C, 1 nilai B, dan 4 nilai A. Kalau dibagi diambil rata-rata, maka Nilai Mendikbud adalah C atau cukup,” demikian Satriwan menjelaskan.

Penilaian dengan skala 0-100, dengan rincian keterangan:
Nilai 0-59 Sangat Kurang (E)
Nilai 60-74 Kurang (D)
Nilai 75-79 Cukup (C)
Nilai 80-89 Baik (B)
Nilai 90-100 Sangat Baik (A)

Baca Juga: Eks Ketum HMI Komisariat FEB Terpilih Sebagai Ketua BEM Universitas Indonesia 2021

PERTAMA (Nilai D untuk Rencana AN Maret 2021)

Sebagai elaborasi, Satriwan melanjutkan, P2G memberi nilai 60 kategori Predikat D alias nilai merah untuk kebijakan Asesmen Nasional Kemdikbud. Beberapa indikator penilaian yang menghasilkan nilai akhir 60 untuk rencana kebijakan AN Maret 2021 nanti: Pertama, AN belum ada Naskah Akademik dan Permendikbud-nya. Kedua, AN terkesan tergesa-gesa dan dipaksakan jika dilakukan Maret 2021. Ketiga, pelaksanaan AN berpotensi berdampak terhadap psikologi siswa, orang tua, dan guru sebab kondisi masih pandemi bahkan makin meningkat dan tentunya “masih PJJ” di beberapa daerah. Keempat, pembelajaran selama pandemi hampir 9 bulan sangat tak efektif dan tak optimal, lantas tiba-tiba siswa mesti mengikuti AN, ini sungguh tidak berkeadilan.

Kelima, sosialisasi kepada siswa, orang tua, dan guru masih sangat minim hingga akhir Desember ini. Keenam, waktu tinggal 2 bulan artinya persiapan jelas tidak akan optimal, di sisi lain ekspektasi orang tua, sekolah, Pemda pasti tinggi (maksimal) terhadap hasil AN anaknya. Ketujuh, jika AN bertujuan untuk memotret kualitas pembelajaran di sekolah, maka kita sudah punya rapor yang memotretnya, diantaranya: Nilai AKSI, TIMSS, PISA, maupun UKG Guru. Hasil semua dari platform penilaian tadi menunjukkan pendidikan Indonesia memang masih rendah. Sementara itu bagi P2G, yang dibutuhkan sebenarnya adalah tindak lanjut dari potret rapor yang rendah tersebut. Kemdikbud mesti mengacu kepada UU Sisdiknas (Pasal 58 ayat 2 dan 59 ayat 1) tentang Evaluasi Pendidikan, yang masih belum dilaksanakan pasca penghapusan UN. Sementara itu AN bukanlah alat mengevaluasi pendidikan, sebab AN diselenggarakan oleh Balitbang, Kemdikbud bukan lembaga mandiri.

“Oleh karena itu, berdasarkan atas alasan pertimbangan di atas, P2G meminta Kemdikbud membatalkan rencana Pelaksanaan AN Maret 2021,” demikian ungkap Satriwan yang merupakan guru di Jakarta Timur.

Baca Juga: Jelang Liburan Nataru, Jumlah Penumpang Kapal di Muara Angke Anjlok Drastis Efek Covid-19

KEDUA (Nilai D untuk Rencana PTM Januari 2021)

Selanjutnya dia menyampaikan bahwa, P2G memberikan nilai 68 (skala 0-100) kategori Predikat D alias nilai merah untuk rencana Kemdikbud dalam Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Januari 2021 nanti. Mengingat kondisi terakhir, kasus Covid-19 makin tinggi, ditambah libur siswa pasca-UAS, Natal, dan Tahun Baru. Mobilitas masyarakat akan tinggi, makanya P2G terus menyuarakan agar guru, siswa, dan orang tua menunda dan menahan rencanya untuk libur akhir tahun demi menahan penyebaran Covid-19. P2G memandang SKB 4 Menteri Jilid 3 tidak tegas dengan diksi “membolehkan” PTM dan menyerahkan begitu saja kepada Pemda. Oleh karena itu P2G meminta Pemerintah dan Pemda untuk menunda PTM Januari 2021, khususnya di zona merah, oranye, dan kuning. Memang rencana PTM tak bisa dipukul rata sama di semua daerah dan zona. Adapun di zona hijau dapat saja melakukan PTM dengan syarat: Memenuhi 5 SIAP;  Protokol Kesehatan ketat; SOP Disdik dan Sekolah; Tes Swab bagi warga sekolah; dan Izin dari masing-masing orang tua. Jika syarat di atas tak terpenuhi maka tentu perpajang PJJ adalah pilihan terbaik. Akan terlalu spekulatif dan sangat berbahaya, jika Kemdikbud dan Pemda membolehkan sekolah PTM mulai Januari 2021.

 Harus diakui, bahwa ada daerah dan sekolah yang berada di zona hijau, yang mereka sudah melaksanakan PTM beberapa bulan terakhir dengan protokol kesehatan. Tentu bagi daerah-daerah tertentu kebijakan memperpanjang PJJ bukan opsi terbaik, apalagi selama 9 bulan ini siswa tak mengikuti PJJ dengan optimal. Dari hasil Survei P2G akhir November lalu di 100 kota/kab, 29 provinsi, terlihat bahwa penyerapan materi pembelajaran siswa hanya 25%, khususnya PJJ melalui metode guru kunjung (PJJ Luring).

“P2G mendesak agar Kemdikbud dan Kemenag jangan lepas tanggungjawab. Harus benar-benar meng-kroscek pemenuhan 5 SIAP dan Daftar Periksa tiap-tiap sekolah di daerah. Kemdikbud jangan hanya pasif menerima atau sekadar mengecek kesiapan sekolah via online (Daftar Periksa, red), tapi harus agresif proaktif mengecek kesiapan sekolah tersebut. Optimalisasi peran Pengawas Sekolah sebagai jembatan sekolah dengan Disdik; Koordinasi intens dengan Disdik dapat dilakukan Kemdikbud segera,” demikian pungkas bekas Wasekjen FSGI ini.

Baca Juga: Jelang Liburan Nataru, Jumlah Penumpang Kapal di Muara Angke Anjlok Drastis Efek Covid-19

KETIGA (Nilai D untuk Merdeka Belajar)

Selanjutnya menurut Iman Z. Haeri (Kabid Advokasi Guru P2G), adapun untuk kebijakan “Merdeka Belajar”, P2G memberikan skor 70 kategori Predikat D atau nilai merah untuk Kemdikbud. Alasannya adalah P2G menilai Kemdikbud tidak memiliki Naskah Akademik sebagai dasar filosofis kebijakan Merdeka Belajar hingga sekarang. Kebijakan ini tekesan menjadi jargon semata. Dan yang paling menyedihkan adalah, kasus Merdeka Belajar yang menjadi “Hak Merek Dagang” oleh sebuah PT sekolah swasta. Yang entah kebetulan atau tidak, PT sekolah swasta ini diduga kuat sebagai lembaga yang pemiliknya merupakan orang dekat Mas Menteri. Setelah dikritik publik baru kemudian sekolah swasta tersebut menghibahkan Merek Merdeka Belajar pada Kemdikbud.

“P2G menilai Kemdikbud tidak hati-hati alias semborono dalam memilih jargon/slogan. Bahkan tampak tidak kreatif dalam memilih jargon. Adapun isi dari jilid-jilid Merdeka Belajar ada yang patut diapresiasi seperti relaksasi Dana BOS, penghapusan UN, RPP Guru yang merdeka (dikenal RPP 1 lembar), dan lainnya,” demikian tutur Iman.

Baca Juga: Nissa Sabyan Raih Predikat Artis Nasyid Pilihan Nusantara di Malaysia

KEEMPAT (Nilai A untuk Pengahapusan Ujian Nasional)

Iman melanjutkan, P2G mengapresiasi keberanian Mas Menteri untuk menghapus UN yang belasan tahun menjadi momok yang menakutkan bagi guru dan siswa. Penghapusan UN diharapkan mampu mengubah orientasi belajar siswa dan orientasi mengajar guru. Untuk kebijakan penghapusan UN P2G memberi skor 100 kategori Predikat A atau SANGAT BAIK atau SEMPURNA. Walaupun demikian, P2G mendorong Kemdikbud memenuhi perintah Pasal 58 dan 59 UU Sisdiknas, tentang diselenggarakannya suatu bentuk Evaluasi Pendidikan yang berlaku nasional dan diselenggarakanoleh lembaga mandiri (independen, bukan Kemdikbud).

KELIMA (Nilai B untuk Relaksasi Dana BOS)

P2G mengapresiasi pesan debirokratisasi dan deregulasi atau dikenal relaksasi Dana BOS selama PJJ. Diantaranya tercermin dalam kebijakan transfer langsung Dana BOS kepada Kepala Sekolah (Kepsek) yang sebelumnya berjenjang melalui Dinas Pendidikan. Kemudian juga apresiasi untuk kebijakan Dana BOS Afirmatif dan Kinerja. Tapi P2G mencatat adanya kerancuan dalam kebijakan subsidi pulsa/kuota bagi guru dan siswa yang diambil dari Dana BOS, dengan kebijakan bantuan kuota internet Kemdikbud yang kemudian hari baru muncul. Dalam tataran implementasi, Kepsek belum merdeka dan masih belum transparan dalam pengelolaan Dana BOS. Transparansi Dana BOS masih bermasalah, di sekolah-sekolah dikenal anekdot: “Untuk Dana BOS hanya Kepala Sekolah, Bendahara, dan Tuhan yang tahu”. Maka diperlukan adanya pendampingan dari Kemdikbud dan Dinas Pendidikan kepada Kepsek dalam mengelola akuntabilitas dan transparansi Dana BOS. Untuk kebijakan relaksasi Dana BOS di masa pandemi, P2G memberi nilai 80 kategori Predikat B atau BAIK.

Baca Juga: Mensos Risma Blusukan ke Kolong Ciliwung, Tawarkan Rusunawa bagi Pemulung

KEENAM (Nilai A untuk Kurikulum Darurat)

Survei P2G, di 100 Kota/Kab, 29 provinsi pada akhir November 2020 menunjukkan, sebanyak 50% sekolah sudah menggunakan Kurikulum Darurat yang dibuat Kemdikbud. Walaupun kebijakan ini agak telat ditelurkan pada Agustus, mengingat tahun ajaran baru sudah dimulai Juli 2020. Lalu sebanyak 40% sekolah sudah menggunakan Kurikulum Mandiri, yang merupakan bagian dari kebijakan kurikulum di masa khusus. P2G mendorong terus agar Kemdikbud (termasuk Kemenag) perlu memberikan pendampingan kepada sekolah dalam hal implementasi. Untuk kebijakan Kurikulum Darurat di masa pandemi, P2G memberi nilai 92 kategori Predikat A atau SANGAT BAIK.

KETUJUH (Nilai E untuk Pelaksanaan PJJ)

Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sangat terkendala selama 9 bulann ini. Baik untuk PJJ Daring apalagi PJJ Luring. Sangat minim sentuhan/intervensi kebijakan Kemdikbud khususnya terhadap PJJ Luring. Hanya 12% guru-siswa belajar melalui RRI/TVRI/Radio/TV Lokal. Kebijakan Kemdikbud belajar via RRI/TVRI/TV Lokal belum merata dan belum menarik bagi guru dan siswa (Survei P2G). Apalagi ditambah SKB 4 Menteri Jilid III yang terkesan ragu-ragu dan tidak tegas.

“Persoalan PJJ sejak Maret 2020 sampai sekarang yang relatif hampir sama menjadi bukti bahwa koordinasi dan kerjasama lintas kementerian yang “leading sectornya” adalah Kemdikbud tidak berjalan dan belum optimal, khususnya dalam memberikan sentuhan kebijakan bagi PJJ Luring, termasuk Pemda. Untuk kebijakan Pelaksanaan PJJ di masa pandemi, P2G memberi nilai 58 kategori Predikat E atau nilai merah,” demikian beber Iman yang merupakan guru honorer pelajaran Sejarah ini.

Baca Juga: Waspada Varian Baru Covid-19, Jepang Larang WNA Masuk

KEDELAPAN (Nilai D untuk POP)

Lahirnya kebijakan Program Organisasi Penggerak sudah bermasalah sejak dalam proses rekrutmen. Memunculkan polemik publik (kasus pengunduran diri LP Ma'arif NU, Dikdasmen Muhammadiyah, dan PGRI). Tim Kemdikbud tidak proporsional dalam menentukan Ormas, baik dari kualifikasi Ormas maupun dari segi penentuan nominal: Gajah, Macan, dan Kijang. POP tetap dipaksakan dilaksanakan 2021. Padahal sudah kehilangan legitimasi moral pascapengunduran diri 3 Ormas pendidikan terbesar Indonesia. POP juga berpotensi tumpang-tindih dengan skema pelatihan Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak. Untuk kebijakan Program Organisasi Penggerak (POP), P2G memberi nilai 60 kategori Predikat D atau nilai merah.

Sedangkan menurut Indra Charismiadji, selama ini Kemdikbud minim untuk gotong-royong. “Minimnya gotong royong karena tidak ada pelibatan publik dalam pengambilan kebijakan terbukti dengan mundurnya Muhammadiyah, LP Ma’arif NU, dan PGRI dari POP, tidak ada koordinasi dan kolaborasi pelaksanaan PJJ dgn pemerintah daerah,” demikian tuturnya.

KESEMBILAN (Nilai C untuk Guru dan Sekolah Penggerak)

Untuk diketahui program Guru Penggerak ini masih sedang proses rekrutmen. Metode pelatihan bagi guru yang formatna relatif baru. Namun P2G melihat pelatihan guru penggerak terlalu lama 9 bulan, sementara itu guru tetap wajib mengajar minimal 24 jam. Kebijakan ini juga berpotensi diskriminatif sebab metodenya hanya daring/online. Sekali lagi kebijakan Kemdikbud masih bias ibukota. Bagaimana guru yang tak dapat mengakses internet dan tak punya perangkat digital? Untuk kebijakan Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak, P2G memberi nilai 75 kategori Predikat C atau CUKUP.

KESEPULUH (Nilai D untuk Bantuan Kuota Internet)

P2G mengapresiasi kebijakan bantuan kuota internet untuk guru, dosen, siswa, dan mahasiswa, sebab sangat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan yang tepat sasaran selama PJJ. Namun kendala dan masalahnya yang muncul adalah: 1) Persoalan dalam membagi kuota belajar dan umum (2) Menggunakan skema “white list” yang berpotensi tidak maksimalnya penggunaan kuota, yang semestinya skema “black list” agar lebih maksimal dalam pemanfaatan kuota (3) Skema bantuan yang “pukul rata” untuk semua level ekonomi keluarga (4) Anggaran bantuan kuota internet sebesar 7,2 Triliyun dari APBN yang masih rendah dalam serapan. Sebab selama 4 bulan hanya mampu menyerap 35,5 juta pengguna. Padahal yang berhak adalah 59 juta pengguna.

Iman menambahkan, P2G mendesak agar kuota yang tak terpakai harus dikembalikan pada kas negara. Kemudian mesti dibuka ke publik berapa jumlah nominalnya dan sebagai bentuk transparansi pengelolaan keuangan negara dari Kemdikbud. “Untuk kebijakan Bantuan Kuota Internet, P2G memberi nilai 70 kategori Predikat D atau nilai merah,” demikian pungkasnya.

KESEBELAS (Nilai A untuk Bantuan Subsidi Upah Guru/BSU)

Berikutnya menurut Afdhal (Sekretaris Nasional P2G), P2G sangat mengpresiasi terhadap kebijakan BSU 1,8 juta bagi guru swasta dan honorer, sebab sangat membantu di tengah pandemi. Tetapi dia melanjutkan dalam tataran implementasi, masih ada kasus salah sasaran. Contoh kasus yang dilaporkan kepada P2G: a. ada Guru PNS ternyata masuk kategori penerima (Kab. Pacitan); b. ada guru honorer tak terdaftar/tak menerima BSU (Kab. Blitar); c. banyak guru sekolah swasta yang berpenghasilan di atas 5 juta/bulan tetapi masuk kategori penerima (DKI Jakarta); d. akun Info GTK Kemdikbud memberikan alamat Bank Penerima salah, tertulis KCB “sebuah Bank X” Anyer-Cilegon di Banten, padahal gurunya berdomisili di Kab. Purwakarta. Alhasil guru tak mendapatkan BSU 1,8 juta padahal sebenarnya masuk kategori penerima.

“Untuk kebijakan Bantuan Subsidi Upah Guru, P2G memberi nilai 90 kategori Predikat A atau Sangat Baik,” demikian kata Afdhal.

KEDUABELAS (Nilai A untuk Recana Rekrutmen Satu Juta Guru 2021)

Afdhal yang merupakan guru SMA ini melanjutkan, P2G memberikan apresiasi terhadap kebijakan seleksi satu juta guru pada 2021 nanti. Karena faktanya Indonesia sedang Darurat Guru sampai 2024 nanti. Mengingat angka kekurangan guru nasional di sekolah negeri adalah 1,3 juta guru. Dalam proses rekrutmen satu juta guru nanti, P2G meminta kepada Kemdikbud dan Kemenpan-RB agar tak hanya membuka seleksi bagi Guru P3K, tetapi juga Gutu PNS. Kemudian yang juga sangat penting adalah P2G sangat mendesak agar: Seleksi Guru P3K wajib mempertimbangkan masa pengabdian guru honorer plus memperhitungkan dalam proses seleksi, terhadap guru honorer yang sudah memiliki sertifikat pendidik. 2 poin tersebut harus masuk dalam pertimbangan dan perhtungan penyeleksian. Untuk rencana pembukaan rekrutmen satu juta guru pada 2021, P2G memberi nilai 95 kategori Predikat A atau Sangat Baik.

KETIGABELAS (Nilai D untuk Profil Pelajar Pancasila)

Kemdikbud sudah mulai menyosialisasikan perihal “Profil Pelajar Pancasila” yang memuat 6 nilai karakter utama, bahkan mencoba dikorelasikan dengan AN dan Penyederhanaan Kurikulum (Perubahan Kurikulum, 2021) yang tampak dipaksakan. Bagi P2G kebijakan ini sangat lemah, diantara alasannya adalah: (1) Kebijakan Profil Pelajar Pancasila belum ada Naskah Akademik dan Permendikbud-nya hingga sekarang (2) Sangat berpotensi tumpang-tindih dengan kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang sudah ada (dan sedang diimplementasikan) melalui dasar hukum Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang PPK dan Permendikbud No. No 20 Tahun 2018 tentang PPK Pada Satuan Pendidikan Formal (3) “Pelajar Pancasila” dari istilah saja terkesan hanya Pelajar yang menjadi sasaran program, sedangkan guru (warga sekolah) dan keluarga tidak dilibatkan, berbeda jauh dengan PPK yang melibatkan semua pusat pendidikan (rumah, sekolah, dan masyarakat) (4) Terkesan ganti Menteri ganti slogan atau istilah, padahal substansinya sama. Untuk kebijakan Pelajar Pancasila, P2G memberi nilai 70 kategori Predikat D atau nilai merah.

KEEMPATBELAS (Nilai D untuk Rencana Perubahan Kurikulum pada 2021)

P2G memberikan Nilai 70 kategori Predikat D atau nilai merah untuk Rencana Perubahan Kurikulum 2021 nanti. Alasan penilaiannya adalah: (1) Kemdikbud sangat minim dalam melibatkan semua pemangku kepentingan. Padahal kurikulum adalah milik masyarakat, milik semua stakeholders pendidikan (2) Perubahan -bahasa Mas Nadiem “penyederhanaan”- kurikulum terkesan terburu-buru, mengingat sekarang masih pandemi (3) Masih banyak sekolah di Indonesia yang baru saja memulai implementasi Kurikulum 2013 di tahun 2019 dan 2020 ini. Apalagi Kurikulum 2013 baru saja direvisi atau disempurnakan pada 2016 (4) Kemdikbud tidak optimal dalam meramu dan menghimpun masukan dari banyak pihak (tidak ada konvergensi ide), dan (5) Adanya dominasi lembaga swasta tertentu dalam perencanaan perubahan kurikulum. Sehingga mengganggu kinerja birokrasi internal kementerian. Semestinya Mas Menteri melakukan optimalisasi birokrasi di dalam tubuhnya (seperti Puskur, dll) dibantu semua pemangku kepentingan, bukan lembaga swasta yang tertentu dan itu-itu juga.

KELIMABELAS (Nilai D untuk Komunikasi Kemdikbud dengan Semua Pemangku Kepentingan)

P2G mengpresiasi terhadap ide harmonisasi tata kelola organisasi guru yang diinisiasi Dirjend GTK, yang sejauh ini cukup aktif dalam membangun koordinasi khususnya dengan semua organisasi guru.

Satriwan melanjutkan, “Tetapi dalam konteks Mendikbud, kami menilai Mendikbud diduga kuat hanya membangun komunikasi dan kerjasama intens dengan lembaga swasta tertentu. Yang lembaga ini juga terkait persoalan hibah Merdeka Belajar dan dominasi dalam Perubahan Kurikulum. Bahkan lembaga swasta ini cukup mendominasi pekerjaan-pekerjaan di tubuh Kemdikbud,” demikian imbuh alumni UI ini.

P2G meminta kepada Mas Nadiem Makarim agar (1) Memperbaiki komunikasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan pendidikan, misal dengan Pemda, Media atau Wartawan, dan semua organisasi pendidikan dan guru bukan hanya dengan lembaga swasta tertentu (2) Wujudkan gotong-royong pendidikan dengan melibatkan semua komponen, bukan gotong royong pendidikan sebagai slogan semata (3) Mendikbud jangan sering tergesa-gesa, tidak siap, dan terkean meremehkan yang formal dalam membuat kebijakan. Apalagi produk kebijakan Kemdikbud selama ini seringnya hanya berupa Tayangan PDF/PPT/Video Youtube saja. “Ingat, kita adalah negara hukum bukan Negara Power Point”. Untuk aspek komunikasi Kemdikbud dengan semua pemangku kepentingan, P2G memberi nilai 70 kategori Predikat D atau nilai merah.

P2G mengakhiri catatan akhir tahun dengan harapan agar kualitas pendidikan di Indonesia semakin meningkat

"Demikian refleksi kritis Catatan Akhir Tahun (Catahu) Pendidikan sepanjang 2020 yang dibuat Pengurus Nasional P2G secara objektif, terbuka, dan dengan semangat perbaikan. Demi progres kebijakan pendidikan, khususnya untuk dunia persekolahan, guru, dan siswa ke depannya. Ini bentuk tanggungjawab, rasa sayang, dan partisipasi publik kami dari civil society sebagai organisasi guru (civic participation) untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air," pungkasnya.

 

Editor: Mohammad Irawan

Tags

Terkini

Terpopuler