Duduk Pria-Wanita di Angkot Akan Dipisah, Komnas Perempuan Tak Setuju

13 Juli 2022, 12:42 WIB
Potret angkutan kota atau angkot di DKI Jakarta. /instagram @seputarinewsrcti

ARAHKATA - Beberapa waktu lalu heboh diduga pelecehan seksual yang terjadi di angkot.

Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta akan memisahkan tempat duduk antara wanita dan pria di angkot.

Menanggapi hal itu Komnas Perempuan melalui Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani angkat bicara.

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Pisahkan Duduk Pria-Wanita di Angkot Cegah Pelecehan Seksual

Andy mengatakan tidak setuju dengan aturan yang dibuat Pemprov DKI Jakarta. Ia membeberkan sejumlah alasannya.

Andy awalnya menjelaskan komposisi duduk di angkot. Dia menyinggung istilah '4-6'.

"Kalau angkot biasanya ada teriakan 4-6, 4 di kiri, 6 di kanan pas di belakang sopir. Pada beberapa rute, harus menunggu sampai penuh baru angkot akan bergerak," kata Andy kepada wartawan, Selasa 11 Juli 2022.

Baca Juga: Kemenag Cabut Izin Ponpes Shiddiqiyyah Jombang, Lindungi Pelaku Pelecehan Santriwati

Andy menyebut kapasitas angkot biasanya 12 penumpang. Sering pula angkot baru berangkat jika kursi telah terisi banyak penumpang.

"(Ada) 12 penumpang karena 2 di samping sopir, 4-6 di belakang. Prinsipnya, siapa yang duluan sampai, dia bisa masuk dan berharap semoga bangku segera diisi agar bisa berangkat," jelasnya.

Ia kemudian menyoroti tempat duduk perempuan yang ada di sisi kiri angkot yang artinya hanya kapasitas empat orang.

Baca Juga: Widy Vierratale Pernah Jadi Korban Pelecehan Seksual, Sikap Cinta Laura Jadi Sorotan

Dia menilai pembatasan itu membuat penumpang perempuan kelima harus menunggu angkot selanjutnya.

"Kebayang, rekan-rekan perempuan hanya bisa duduk empat orang, maka orang kelima harus menunggu angkot berikutnya. Demikian juga yang laki-laki. Kalau jadi orang ke-7, harus tunggu angkot berikutnya, padahal baris di seberangnya ada ruang kosong," katanya.

Menurutnya, pengaturan tempat duduk ini akan menyulitkan pengguna angkot wanita maupun laki-laki. Pengaturan ini juga dinilai akan merugikan penyedia jasa.

Baca Juga: Tangis Widy Vierratale Pecah Saat Ingat Pernah Jadi Korban Pelecehan Seksual

"Model pengaturan ini tidak implementatif karena akan menyulitkan penumpang, apa pun jenis kelaminnya, dan menjadi kerugian bagi penyedia jasanya," kata dia.

"Kebayang ya, misal posisi 4 sudah penuh, sementara posisi 6 masih kosong, maka angkot akan menunggu penumpang yang harus pas jenis kelaminnya untuk bisa mengisi kursi kosong itu," katanya.

Selain itu, Andy menilai pengaturan tempat duduk ini juga berpotensi menjadi peneguh budaya menyalahkan korban.

Baca Juga: PT KAI Blacklist Pelaku Pelecehan Seksual, Beri Efek Jera!

"Padahal ada calon penumpang yang sudah siap berangkat tapi nggak bisa naik angkot karena jenis kelaminnya nggak pas untuk posisi kursi yang kosong itu. Selain itu, pengaturan serupa ini berpotensi menjadi peneguh budaya menyalahkan korban," katanya.

"Misalnya ia berkeras naik angkot karena sudah terlambat. Jika terjadi pelecehan seksual, ia yang dianggap bertanggung jawab. Karena kan sudah diatur seharusnya ia tidak duduk di deret tersebut," katanya.***

Editor: Tia Martiana

Tags

Terkini

Terpopuler