BKKBN: Perangi Konsumsi Susu Kental Manis Pada Anak Menuju Penurunan Stunting 14 Persen di 2024

19 Oktober 2022, 11:29 WIB
Diskusi Media Nasional "Antara Data & Realita di Lapangan: “Apakah Angka Stunting akan Dapat diturunkan di angka 14% di tahun 2024". /Wijaya/ARAHKATA

 

ARAHKATA - Tak dapat dipungkiri, masih banyak masyarakat yang abai terhadap asupan gizi anak. Alasan ekonomi keluarga, serta pengetahuan keluarga yang minim tentang gizi dinilai menjadi penyebabnya.

Maka tidak heran hingga saat ini masih banyak masyarakat yang salah dalam memberikan asupan gizi untuk anak.

Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) menemukan, diantara kesalahan konsumsi makanan dan minuman oleh anak terutama pada masa 1000 HPK adalah konsumsi susu kental manis sebagai minuman susu, kebiasaan konsumsi makanan instan, serta pemberian makanan padat untuk bayi sebelum usia 6 bulan.

Baca Juga: Dijemput Paksa di Bareskrim Polri, Alvin Lim Dijebloskan di Rutan Salemba

Dalam diskusi KOPMAS yang digelar dikutip ArahKata.com pada Selasa, 18 Oktober 2022, bertajuk Diskusi Media Nasional "Antara Data & Realita di Lapangan: “Apakah Angka Stunting akan Dapat diturunkan di angka 14% di tahun 2024", dihadiri oleh Sekjen Kopmas, Yuli Supriaty, Ketua BKKBN, Dr. (HC). dr. Hasto Wardoyo,SP.OG (K)., Komisi 9 DPR RI, dr. H. Edy Wuryanto, S.KP., M.Kep., Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes dr. Ni Made Diah PLD, MK., Kader Pandeglang, Neneng.

Dalam kesempatan itu, Yuli Supriati memaparkan hasil temuan KOPMAS di beberapa daerah di Indonesia sepanjang tahun 2022.

“Hal menarik yang menjadi perhatian KOPMAS adalah klaim-klaim penurunan prevalensi stunting oleh sejumlah daerah, namun apabila kita melihat kondisi riil di lapangan, angka-angka tersebut menjadi tidak logis.

Baca Juga: Kesepakatan Jokowi-Gianni, Langkah Strategis Perbaikan Sepak Bola Nasional

Belum lagi bila diadu dengan data-data yang dipegang oleh kader di lapangan, dan bagaimana pola konsumsi keluarga, bagaimana penggunaan susu kental manis, apakah digunakan sebagai bahan tambahan makanan atau dijadikan pengganti susu untuk balita dan anak-anak,” ujar Yuli Supriati.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, mengatakan Air Susu Ibu (ASI) adalah hal-hal yang mutlak diberikan kepada anak hingga usia 6 bulan.

"Setelah 6 bulan, harus diberikan MPASI. Jadi yang harus dipersiapkan oleh ibu adalah belajar membuat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI), Namun untuk anak-anak dengan kondisi khusus atau rekomendasi dokter, dibolehkan minum susu yang sudah disesuaikan dengan resep dokter,” jelasnya.

Baca Juga: Bansos Bagi Penyintas Disabilitas, Kemensos Alokasikan Rp 55 Miliar

Lebih lanjut, Hasto juga mengingatkan waspada terhadap konsumsi kental manis yang bukan merupakan susu pengganti untuk anak-anak.

“Kental manis harus selalu diperangi, BKKBN akan lebih banyak lagi memerangi hal hal yang tidak benar” tegas Hasto.

Senada dengan Hasto, Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Ni Made Diah, mengatakan terkait peredaran dan pengawasan industri makanan menjadi tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Baca Juga: PDIP Sambut Positif Kedekatan Jenderal Dudung dengan Rakyat

“Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ambil bagian dalam hal pengawasan makanan pendamping ASI. Kemenkes juga bekerja sama dengan BPOM mengumumkan bahwa susu kental manis bukan merupakan golongan susu,” jelas Diah.

Lebih lanjut, Diah memaparkan, untuk implementasi di lapangan, pengawasan yang dilakukan melalui kegiatan edukasi dan pemantauan pertumbuhan. Program-program Kementerian Kesehatan akan diukur oleh indikator keberhasilan, yang terkait oleh pengawasan makanan anak adalah persentase bayi dalam memperoleh ASI eksklusif.

“Salah satunya adalah pemantauan MPASI, apakah mengandung protein, karbohidrat, dan yang pasti bukan kental manis. Nah itu kader-kader kesehatan kita harus memonitor itu.

Baca Juga: PDIP Sambut Positif Kedekatan Jenderal Dudung dengan Rakyat

Nuke Patrianagara, Perwakilan Komunitas Gen Literate, dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa semua lapisan harus bergerak bersama untuk mensosialisasikan literasi stunting. Mulai dari tingkatan atas hingga ke akarnya.

“Hal ini guna tercapainya target pemerintah terkait stunting di angka 14% di tahun 2024,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, permasalahan Stunting dan gizi buruk di Indonesia menjadi Pekerjaan Rumah yang belum dapat diatasi, dimana angka stunting masih cukup tinggi yaitu sekitar 24 persen lebih.

Baca Juga: Tingkatkan Literasi Konsep Bisnis Digital Pemasaran Melalui Youtube

Pemerintah menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pelaksana percepatan penurunan angka stunting nasional dengan target penurunan menjadi 14 persen di tahun 2024.

Sebagai program prioritas nasional penurunan stunting maka pemerintah menyediakan anggaran khusus melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan dalam berbagai macam alokasi, yakni melalui bantuan operasional kesehatan stunting, bantuan operasional keluarga berencana, serta dana ketahanan pangan dan pertanian.

Oleh karena itu sebagian dari anggaran tersebut disediakan oleh APBN yang diberikan pemerintah provinsi-kabupaten/kota, yang kewenangannya memang untuk kegiatan-kegiatan di pemerintah provinsi-kabupaten/kota.

Baca Juga: BPKP Raih Penghargaan Pengelola JDIH Terbaik 2022

Untuk dana sendiri pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp.44,8 triliun di tahun 2022 untuk program percepatan pencegahan stunting yang terdiri dari belanja yang tersebar di 17 kementerian dan lembaga sebesar Rp.34,1 triliun dan Pemerintah Daerah melalui DAK sebesar Rp.8,9 triliun serta DAK Nonfisik sebesar Rp 1,8 triliun.

Sementara khusus untuk dana insentif, pemerintah pusat juga memasukan variable stunting di dalam formula untuk menghitung dana insentif daerah.

Oleh karena itu pemerintah daerah berlomba-lomba agar dapat menurunkan angka stunting di daerahnya dengan melibatkan berbagai pihak seperti kader posyandu, organisasi masyarakat seperti PP Aisyiyah, PP Muslimat NU sebagai perpanjangan tangan dalam upaya menurunkan angka stunting.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Terkini

Terpopuler