Bebasnya Bos PS Store Dapat Sorotan dari Aliansi Pemerhati Hukum Indonesia

- 24 Agustus 2021, 10:04 WIB
Ilustrasi HP Blackmarket
Ilustrasi HP Blackmarket /Ashari/ARAHKATA

“Kasus ini sempat disidangkan di PN Jatim. Pada 10 Agustus 2020, PS didakwa melakukan tindak pidana karena menimbun dan menjual barang impor ilegal dengan bukti 191 ponsel yang disita dari tiga gerai PS Store di beberapa lokasi,” bebernya.

Dari situ, pihak Bea dan Cukai melacak kerugian negara, dengan total Rp 26.332.919 dari segi pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Hitungan yang sesungguhnya sangat kecil jika dibandingkan dari keuntungan yang PS sudah peroleh.

Baca Juga: PPKM Diperpanjang dan Turun Level, Berikut yang Boleh Dibuka di Jakarta

Dalam persidangan selanjutnya pada Oktober 2020, tuntutan terhadap PS jauh lebih ringan, tidak lagi bicara mengenai kurungan penjara, namun hanya diminta membayarkan denda Rp5 miliar subsider 4 bulan penjara. “Artinya ia terbebas dakwaan tindak pidana,” ungkap Rifai.

Ajaibnya, kata dia, pada November 2020, PN Jaktim menyatakan PS tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala tuntutan.

“Dilihat dari kronologis dan prosesnya, Komisi Yudisial harus turun tangan karena menurut hemat kami mengindikasikan adanya dugaan suap menyuap di antara oknum Bea dan Cukai dan pengadilan, yang membebaskan PS dari jeratan hukum,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Sipil Indonesia (Permasi), Muqoddar menilai kasus barang ilegal yang melibatkan Putra Siregar ini bisa di menangkan dengan mudah oleh Bea Cukai karena hitungan secara matematis bea cukai mampu membuktikan secara hukum dan jika kita mengunjungi salah satu gerai PS Store di Bilangan Condet, Jakarta Timur tampak terasa ganjil lantaran tak pernah sepi pembeli. Catatan kami, harga ponsel yang dibandrol sekitar 30 persen lebih murah daripada harga pasaran,” jelas dia.

Praktik PS ini, Muqoddar melanjutkan, tentu merugikan negara karena kehilangan potensi pendapatan pajak yang jika diperkirakan angkanya mencapai Rp. 2,8 triliun per tahun.

“Apabila peristiwa penyelundupan barang ilegal semacam itu dibiarkan terus menerus, sama saja artinya membajak penerimaan negara,” katanya.

Karena itu, dia pun mempertanyakan kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap kasus Putra Siregar. Sebab, terindikasi kuat masih terdapat kongkalikong di Kantor Pajak yang membuat Putra Siregar bisa tenang lolos seperti di Bea Cukai.

Halaman:

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x