Bebasnya Bos PS Store Dapat Sorotan dari Aliansi Pemerhati Hukum Indonesia

- 24 Agustus 2021, 10:04 WIB
Ilustrasi HP Blackmarket
Ilustrasi HP Blackmarket /Ashari/ARAHKATA

ARAHKATA - Media sosial kembali marak dengan peredaran handphone murah, laptop murah, TV murah, bahkan kosmetik murah. Sebut saja Putra Siregar (PS), seorang bos yang menguasai peredaran barang-barang murah di bawah harga pasar ini. Sempat diperiksa karena dianggap merugikan negara, akhirnya bos PS bebas dan kembali berbisnis.

Bebasnya bos PS Store, Putra Siregar (PS) dari jeratan hukum kembali mendapat sorotan dari Ketua Umum Aliansi Pemerhati Hukum Indonesia (APHI), Ahmad Rifai yang menilai Putra Siregar seharusnya tidak lolos dari jeratan hukum karena yang bersangkutan jelas dan terbukti sesuai barang yang di rampas oleh bea cukai ia menjual ponsel ilegal berbagai merek atau black market.

Seharusnya, tegas Rifai, apa yang diperbuat PS jelas memiliki konsekuensi hukum, yakni telah melanggar UU No.17 /2006 tentang Kepabean terutama Pasal 103 huruf (d) sebagaimana juga dimaksud Pasal 102, dengan ancaman paling lama 8 tahun kurungan penjaran dan/atau denda paling tinggi Rp.5 miliar. Regulasi ini merupakan perubahan dari UU RI No.10/1995.

Baca Juga: Peringatan! Kasus COVID-19 Meningkat Beberapa Hari ke Depan

Dan kasus ini seharusnya menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk memberantas barang ilegal yang kian hari mengkhawatirkan, bukan malah mlempem.

PS sendiri, lanjut dia, secara terbuka mengakui perbuatan nya dan kooperatif terhadap penyelidikan yang dilakukan oleh Bea Cukai Kanwil Jakarta, dan juga sudah menyita barang buktinya. Namun anehnya Bea Cukai tidak mampu membuktikan dipersidangan hingga akhirnya yang bersangkutan terbebas dari jerat hukum.

“Kuat dugaan oknum Bea dan Cukai Kanwil Jakarta dan Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah ‘kongkalikong’,” kata Rifai dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (24/8/2021).

Baca Juga: PPKM di Jakarta Turun Level, Wagub DKI Keluarkan Pernyataan

Kenapa hal itu terjadi karena dari kurun waktu 2017-2020 tidak dilakukan proses hukum secara benar oleh aparat berwenang. Dia mensinyalir istilah kooperatif yang disampaikan PS itu hanya lebih kepada urusan ‘setoran’ kepada oknum aparat. “Itulah alasan kenapa baru 2020 kasus ini muncul ke permukaan,” urainya.

Halaman:

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x