Aktivis Heran Kenapa BPOM Hanya Labeli Galon

- 4 Oktober 2022, 23:13 WIB
Ilustrasi galon guna ulang.
Ilustrasi galon guna ulang. /Antara/Anis Efizudin/

Bungkus kertas makanan cepat saji ini juga dilapisi dengan suatu jenis plastik yang mengandung zat kimia berbahaya.

“Kemudian kalau bicara tentang PET itu juga ada kajian yang menemukan bahwa PET mengandung mikroplastik, karenanya kita juga sering diminta jangan taruh botol di dalam mobil, kalau kena panas nggak aman airnya, ada proses migrasi kimia jika PET berada di dalam kondisi-kondisi yang tertentu. Styrofoam juga mengandung bionzine styrine apalagi kalau dipakai untuk merebus bakmi instan, “ tambahnya.

Baca Juga: BPKP Tingkatkan Pembinaan Auditor Terapkan Transformasi Digital

Tetapi, kata Tiza, justru peraturan ambang batas aman penggunaan zat kimia yang ditetapkan BPOM yang bisa dijadikan pegangan masyarakat.

“Kenapa masih banyak produk-produk yang beredar yang dikemas dalam plastik adalah karena kita punya BPOM dan semua negara di dunia punya food and drugs agency yang mengatakan ini ambang batas aman kimia” ujar Tiza

Senada dengan Tiza, pakar polimer dari ITB, DR Achmad Zainal Abidin, mengatakan semua jenis plastik memiliki potensi migrasi zat kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya.

Baca Juga: Gus Yahya Apresiasi Tindakan Cepat Pemerintah Atasi Tragedi Kanjuruhan

Menurutnya, melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.

Sebagaimana diketahui, ada banyak jenis zat plastik yang boleh digunakan sebagai kemasan makanan minuman termasuk Polikarbonat (PC), Poly Etilene Tereftalat (PET), Poly Propilen (PP) dan lain lain.

Beragam jenis plastik tersebut digunakan sebagai kemasan pangan karena sifatnya yang inert (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitar).

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah