Analisis Washington Post Kerusuhan di Kanjuruhan, Ada 40 Tembakan Termasuk Gas Air Mata

- 8 Oktober 2022, 20:21 WIB
Update Jumlah Korban Kerusuhan Stadion Kanjuruhan, Total Capai 678 Orang
Update Jumlah Korban Kerusuhan Stadion Kanjuruhan, Total Capai 678 Orang /MediaBlitar/Nindito

ARAHKATA - Insiden yang menewaskan ratusan orang di Stadion, Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur turut disoroti media Amerika Serikat (AS) Washington Post.

Banyak hal yang diliput terkait tragedi di Kanjuruhan, salah satunya tempangkan gas air mata oleh pihak keamanan saat itu.

Menurut tim lapangan Washington Post, sedikitnya terjadi 40 tembakan amunisi ke arah kerumunan dalam rentang waktu 10 menit, termasuk gas air mata, flash bang dan flare.

Baca Juga: Ketua Panpel Arema FC Pasrah Jadi Tersangka, Menyesal Tak Bisa Selamatkan Suporter

Hal ini melanggar protokol nasional dan pedoman keamanan internasional untuk pertandingan sepak bola.

Banyak penggemar terinjak-injak sampai mati atau tertimpa tembok dan gerbang logam karena beberapa pintu keluar ditutup, menurut penyelidikan.

Media ini mengklaim bahwa Polisi Nasional Indonesia tidak menanggapi permintaan komentar berulang kali setelah pihaknya meninjau lebih dari 100 video dan foto, wawancara dengan 11 saksi dan analisis oleh pakar pengendalian massa dan pembela hak-hak sipil.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tragedi Kanjuruhan, Indonesia Tidak Kena Sanksi FIFA

Menurut data terbaru, tercatat 131 orang telah meninggal, termasuk 40 anak-anak.

Clifford Stott, seorang profesor di Universitas Keele di Inggris yang mempelajari kepolisian penggemar olahraga, meninjau video yang disediakan oleh The Post dan mengatakan bahwa peristiwa di Kanjuruhan adalah akibat langsung dari tindakan polisi yang dikombinasikan dengan manajemen stadion yang buruk.

Bersama dengan pakar pengendalian massa lainnya dan empat pembela hak-hak sipil, dia mengatakan penggunaan gas air mata oleh polisi tidak proporsional.

Baca Juga: KPK Amankan Uang 100 Ribu Dolar Singapura Suap HGU Kanwil BPN Riau

"Menembakkan gas air mata ke tribun penonton saat gerbang terkunci kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa selain korban jiwa dalam jumlah besar," katanya seperti dikutip ArahKata.com dari Washington Post.

Washington Post juga sempat mewawancarai Elmiati (33) seorang ibu yang selamat atas insiden tersebut, namun suami dan anaknya meninggal.

Dia menyebutkan, saat itu duduk di dekat pintu keluar di bagian 13 bersama suami dan putranya yang berusia 3 tahun tetapi terpisah karena kepanikan saat itu.

Baca Juga: Konser Justin Bieber di Jakarta Resmi Ditunda

“Gasnya terbakar. Mereka terus menembak ke tribun, tetapi orang-orang di sana tidak tahu apa yang terjadi. Bukan kami yang berlari ke lapangan,” ujarnya.

“Semua orang panik. Pendukung panik karena ingin keluar, aparat juga panik. Kedua belah pihak panik dan itu menjadi siklus.” kata Ari Bowo Sucipto, fotografer lokal di lokasi kejadian.

Sementara itu, Wakil Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena mengatakan bahwa tindakan polisi mencerminkan masalah sistemik dalam penegakan hukum Indonesia.

Baca Juga: LPSK Sayangkan Polisi Hapus Video Milik Saksi Tragedi Kanjuruhan

“Ini bukan hanya tanggung jawab orang-orang yang mengayunkan tongkat estafet, tetapi juga orang-orang yang membiarkan prosedur seperti ini dilaksanakan berulang kali,” ujarnya.***

 

 

 

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: Washington Post


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x