PLN Diminta Selesaikan Ketimpangan di Tengah Surplus Listrik

- 22 Maret 2021, 23:03 WIB
Petugas melakukan pengecekan kelistrikan di Gardu Induk Kuta di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa, 2 Februari 2021. PLN membangun infrastruktur kelistrikan di antaranya Gardu Induk Sengkol berkapasitas 120 Megavolt Ampere (MVA) dan Gardu Induk berkapasitas 30 Megavolt Ampere (MVA) di daerah Kuta Mandalika guna menunjang kebutuhan listrik sirkuit MotoGP Mandalika sebesar 5,2 MW.
Petugas melakukan pengecekan kelistrikan di Gardu Induk Kuta di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa, 2 Februari 2021. PLN membangun infrastruktur kelistrikan di antaranya Gardu Induk Sengkol berkapasitas 120 Megavolt Ampere (MVA) dan Gardu Induk berkapasitas 30 Megavolt Ampere (MVA) di daerah Kuta Mandalika guna menunjang kebutuhan listrik sirkuit MotoGP Mandalika sebesar 5,2 MW. /ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO

ARAHKATA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto minta PLN mengedepankan pendekatan permintaan pasar (demand driven) dalam penyusunan strategi kelistrikan nasional dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang saat ini tengah digodog Pemerintah.

Secara khusus, PLN harus totalitas (all out) dan fokus melaksanakan program-program pemerataan listrik untuk menghapus ketimpangan listrik nasional.

"Pemerataan listrik ini adalah soal keadilan sosial. Negara harus menegakkan keadilan listrik bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan fungsi negara yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum sebagai wujud dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas Mulyanto.

Baca Juga: Bayar Kelistrikan, Lewat PLN Mobile Aja!

Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini meminta Pemerintah bersungguh-sungguh menuntaskan masalah keadilan pasokan dan permintaan listrik ini.

Ia menilai sangat tidak adil, bila saat usia kemerdekaan Indonesia sudah lebih dari 75 tahun dan terjadi kelebihan pasokan listrik lebih dari 30 persen, tetapi masih ada ratusan desa yang gelap-gulita, bahkan kita masih mengimpor listrik dari negeri tetangga.

"Seperti pepatah, tikus mati di lumbung padi. Ini adalah sebuah ironi, yang memprihatinkan," singgung politisi senior PKS ini.

Baca Juga: Seribu Lebih Pegawai PLN Banten Divaksin

Mulyanto menyayangkan saat ini masih ada pihak yang ngotot meneruskan proyek pembangkit 35 ribu MW. Ia menilai Pemerintah harusnya renegosiasi dan menghentikan program pembangunan pembangkit 35 ribu MW, mengingat program tersebut menyedot anggaran PLN dan tidak diperlukan.

Mulyanto mendorong Pemerintah dan PLN mengalihkan sumber daya yang ada untuk fokus pada program peningkatan elektrifikasi nasional, khususnya di wilayah Indonesia Timur.

Berbagai program penambahan pembangkit, transmisi, distribusi termasuk subsidi bagi pemasangan listrik untuk pelanggan rumah tangga baru harus menjadi fokus prioritas untuk menggenjot program ini.

Baca Juga: Ribuan Aset di Jatim Belum Bersertifikat, PLN Lakukan Hal Ini!

"Jangan membiarkan jurang ketimpangan listrik ini semakin menganga dalam dan melukai rasa keadilan nasional kita," tegas Mulyanto.

Untuk diketahui, di Jawa-Bali misalnya, ungkap Mulyanto, tingkat elektrifikasi sudah mendekati angka 100 persen. Namun, di wilayah Indonesia bagian Timur seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat dan banyak daerah lainnya tingkat elektrifikasi ini masih jauh di bawah angka 90 persen.

Berdasarkan laporan Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI disebutkan, sedikitnya ada 433 desa yang masih belum teraliri listrik.

Rumah Tangga (RT) yang sudah teraliri listrik sebanyak 74,5 juta RT atau 97 persen dari total RT secara nasional, yang sejumlah 77 juta RT.

Baca Juga: Ribuan Aset di Jatim Belum Bersertifikat, PLN Lakukan Hal Ini!

Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 menyebutkan, ada 98.9 persen rumah tangga secara nasional menggunakan listrik, baik dari PLN atau non-PLN. Sedangkan di Papua rasio penggunaan listrik di tingkat rumah tangga adalah yang terendah, hanya 73.8 persen.

“Artinya, masih banyak rumah tangga dan saudara-saudara kita di daerah itu yang tidak dapat menikmati listrik," tukas Mulyanto.

Padahal PLN berjanji bahwa 17 Agustus 2020, tingkat elektrifikasi secara nasional akan mencapai angka 100 persen. “Namun, nyatanya sampai hari ini, lebih dari setengah tahun, janji itu masih tinggal janji,” kata Mulyanto.

Mulyanto mendesak Pemerintah, pada tanggal 17 Agustus 2021 atau selambat-lambatnya tahun 2021 ini harus dijadikan momentum untuk mendeklarasikan, bahwa bumi Indonesia telah merdeka dari kegelapan listrik.***

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah