Iis Rosita Dewi hingga Staf Hukum Operasional BCA Digarap KPK

5 Maret 2021, 18:39 WIB
Iis Rosita Dewi. /Instagram/@iisedhyprabowo

ARAHKATA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami perkara dugaan suap terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Sejumlah saksi diperiksa.

Berdasarkan agenda pemeriksaan yang dirilis oleh tim biro humas KPK, terdapat 15 saksi yang akan digarap oleh para penyidik hari ini, Jumat, 5 Maret 2021.

Mereka adalah, Anggota DPR RI, Iis Rosita Dewi yang tidak lain merupakan istri dari Edhy Prabowo. Kemudian Randy Bagas Prasetya, Staf Hukum Operasional BCA.

Baca Juga: Nurdin Abdullah Blak-blakan soal Duit yang Disita KPK!

Selanjutnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini Hanafi.

Ada juga notaris Lies Herminigsih, pegawai sipir, karyawan swasta, PNS KKP, pensiunan PNS, mahasiswi, hingga karyawan money changer.

"Para saksi akan diperiksa untuk tindak pidana suap terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya," ucap Plt Jubir KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 5 Maret 2021.

Namun tidak dijelaskan secara gamblang apa saja yang akan digali oleh tim penyidik dari lima belas saksi tersebut.

Baca Juga: Robby Abbas Kembali Ditangkap Polisi Terkait Narkoba

Akhir Januari 2021 lalu, Ali Fikri mengatakan, KPK membuka kemungkinan untuk menjerat mantan Edhy Prabowo dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pada prinsipnya TPPU akan diterapkan apabila memang ada bukti permulaan yang cukup bahwa telah terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga dan lain-lain.

Saat ini, Edhy masih berstatus sebagai tersangka suap terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya.

Dia diduga menerima suap dari Direktur PT DPP, Suharjito. Suharjito sendiri sudah menjalani persidangan.

Baca Juga: Kebakaran Hutan Bikin Pusing, Mahfud MD: Jangan Terjadi Lagi

Di sidang Suharjito terungkap bagaimana aksi tipu-tipu ekspor benih lobster yang diduga dilakukan oleh Edhy.

Di mana, ekspor benih lobster rupanya memang sudah direncanakan sejak awal Edhy Prabowo menahkodai KKP, yaitu pada 2019 silam. Ini berdasarkan kesaksian mantan Dirjen Tangkap KKP, Zulficar Mochtar.

Zulficar mengatakan, keinginan Edhy Prabowo untuk mengekspor benih lobster sering disampaikan dalam berbagai pertemuan baik yang sifatnya formal pun informal.

Untuk menyalurkan hasratnya itu, Edhy meminta jajaran di KKP untuk mereview 29 kebijakan menteri sebelumnya.

Khusus untuk Direktorat Jenderal Tangkap, ada 18 Peraturan Menteri yang harus direview, tapi tidak termasuk yang lobster.

Baca Juga: Breaking News! KLB Putuskan Moeldoko Jadi Ketua Umum Demokrat

Menurut Zulficar, Permen KP No 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI dievaluasi oleh Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).

Kemudian, Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP KP) serta Dirjen Perikanan Budidaya KKP.

Singkat cerita, lahirlah Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia pada 4 Mei 2020.

Baca Juga: Menkeu Menang, Gugatan Cekal Bambang Trihatmojo Ditolak PTUN

Permen tersebut membolehkan budidaya dan ekspor benih lobster, tapi belum bisa diimplementasikan karena butuh banyak petunjuk teknis (juknis) dan harus disusun oleh Ditjen terkait.

Asal tahu saja, Permen KP No 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI dikeluarkan oleh mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti.

Menurut Zulficar, pelarangan untuk mengekspor dan membudidaya benih karena dikhawatirkan hidup lobster tidak berkelanjutan. Selain itu, biaya budidaya lobster sangatlah mahal.***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler