Korban Penganiayaan Saat Sengketa 2 Kelompok di Mampang Tolak Damai

24 Oktober 2022, 23:20 WIB
Korban penganiayaan saat sengketa lahan yang melibatkan dua kelompok di Mampang, Jakarta Selatan, Budianto Tahapary menegaskan takkan berdamai dengan pihak yang melakukan kekerasan terhadapnya. /Dok Pribadi/

 

ARAHKATA - Korban penganiayaan saat sengketa lahan yang melibatkan dua kelompok di Mampang, Jakarta Selatan, Budianto Tahapary menegaskan takkan berdamai dengan pihak yang melakukan kekerasan terhadapnya. Ini dilakukan guna memberikan efek jera terhadap pelaku.

"Siapa pun yang melakukan tindakan hukum harus ditindak dulu. Dia merenung, dia merasakan akibat dari tindakan dia," ujar Budianto kepada wartawan di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta, dikutip ArahKata.com Senin, 24 Oktober 2022.

Budianto mengaku diminta polisi untuk melakukan restoratif justice atau berdamai dengan pihak yang melakukan penganiayaan terhadapnya, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Pihaknya pun telah dihubungi oleh pengacara tersangka.

 Baca Juga: Kamaruddin Simanjuntak Pastikan 12 Saksi Keluarga Brigadir J Hadiri Sidang di PN Jakarta Selatan

Untuk saat ini, Budi menegaskan dirinya enggan berdamai dengan para tersangka.

"Karena saat orang bicara mulut harus dibalas dengan mulut, saat orang bicara data harus diadu dengan data. Tapi kalau diadu dengan kekuatan ada penegak hukum. Sudah dia terima yang dia lakukan," kata Budianto.

Budianto mengungkapkan, sejak awal kedatangannya bersama rombongan untuk menyelesaikan masalah secara baik-baik. Ia melakukan mediasi, berdiskusi dan menyerahkan data-data kepada pihak lawan dalam sengketa lahan di sebuah kafe itu. Namun, kata dia, justru pihak yang dikomandoi oleh oknum pimpinan ormas tersebut yang memulai keributan.

 Baca Juga: Ganjar Pranowo Langgar Perintah, Patuhi Instruksi Megawati Soal Capres 2024

"Kami datang untuk berdiskusi, mediasi, melakukan restoratif justice terkait persoalan kepemilikan lahan. Kalau kami niat ribut, tidak kami kasih masuk orang-orang mereka dari luar ke dalam lokasi. Sudah ribut kami di luar sana, kami tahan agar tak masuk," tuturnya.

 "Kami orang Ambon, orang Maluku dari lahir sudah baku pukul. Tapi tujuan kami ke sana bukan itu," imbuh Budianto.

Ia juga menyayangkan adanya kesan pembiaran dari petugas kepolisian di lokasi, saat peristiwa kekerasan terjadi. Ini mengingat, penganiayaan justru dilakukan di hadapan polisi. Pihaknya pun berencana mengadu ke Propam Polri, jika memang ditemukan pelanggaran dari upaya petugas di lokasi.

 Baca Juga: BPOM: Akan Pidanakan Dua Perusahaan Farmasi Gunakan EG dan DEG Sangat Tinggi

Walau demikian, kata Budianto, pihaknya mengapresiasi langkah kepolisian yang menindak tegas terduga pelaku penganiayaan terhadapnya.

"Saya berterima kasih sama Pak Dir (Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya), Pak Kapolres, Pak Kapolda, Pak Kapolsek pun karena pihak yang menganiaya saya, mengeroyok saya langsung ditahan," tuturnya.

Sementara, kuasa hukum Budianto, Fidel Angwarmasse menjelaskan bahwa saat mediasi dengan pihak yang bersengketa sekaligus pelaku penganiayaan, pihaknya telah memberikan solusi yang win-win. Namun upaya itu, kata dia tak disambut baik.

 Baca Juga: PLN Gelar Simulasi Tanggap Darurat, Demi Kontinuitas Pasokan Listrik Kepada Pelanggan

"Kita sudah bagi-bagi itu, kami sekian, kamu sekian, tapi begitu respons mereka," ujarnya.

Fidel pun menegaskan bahwa sesungguhnya keributan tersebut bukanlah melibatkan suku dan ormas tertentu, melainkan hanya oknum.

Sebelumnya, keributan terjadi antara dua kelompok yang disebut dalam laporan polisi sebagai kelompok Ambon dan ormas Pemuda Pancasila (PP). Penyebabnya sengketa lahan yang diperebutkan kedua belah pihak. Rekaman video peristiwa kekerasan tersebut viral di media sosial.

 Baca Juga: Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan Jadi 135, Habib Syakur: PSSI Kapan Melek Matanya?

Dalam rekaman, nampak seorang pria menggebrak meja yang diiringi dengan pemukulan terhadap orang di depannya. Tak lama berselang, bangku pun dilemparkan ke arah orang yang dipukul tersebut, oleh orang yang berada di sekeliling kedua orang di meja tadi. Pada video, polisi nampak berusaha melerai.

Polda Metro Jaya sendiri telah menetapkan 43 orang sebagai tersangka dalam keributan ini. Para tersangka disebut berasal dari kedua belah pihak.

Mereka dijerat Pasal 170, Pasal 351, Pasal 358, dan Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

 Baca Juga: BPOM: Pastikan 133 Obat Sirop Tidak Gunakan Empat Pelarut

"Dengan ancaman maksimal dua tahun delapan bulan penjara," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2022.

Pihak PP sendiri membantah bahwa keributan itu melibatkan organisasi, namun hanya oknum anggota.

"Persoalan tersebut sejatinya dipicu dari persoalan pesonal, terkait dengan keberadaan lahan yang kebtulan dikuasai dan atau dimiliki oleh salah satu anggota Pemuda Pancasila," ujar Ketua MPW PP DKI Ilyas Abdullah, Jumat, 20 Oktober 2022.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Tags

Terkini

Terpopuler