Negara Tidak Produktif, Butuh Semangat Rekonsiliasi

1 Desember 2020, 21:25 WIB
Sebelum melakukan deklarasi, sebanyak 200 orang kaum milenials terlebih dahulu mengikuti dialog kebangsaan yang dihadiri oleh Hamdan zulva dan beberapa tokoh nasional lainnya. /Arahkata.com/

ARAHKATA - Pemilihan Umum Presiden 2019 meninggalkan jejak kelam yang sampai kini belum juga hilang. Seiring berjalannya pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin, jejak kelam yang diwarisi saat kampanye Pemilu Presiden 2019 terus mengental dan menguat. Di beberapa daerah mengarah pada konflik horizontal.

Direktur Tjokroaminoto Institute Syafeii Efendi mengatakan pihaknya sedang menggelorakan ide untuk merekonsiliasi ideologi bangsa yang hingga hari ini konflik ideologi di bangsa kita ini begitu tinggi. Sehingga negara tidak produktif untuk membangun.

Baca Juga: Gunawan Wiradi Wafat, GMNI: Kehilangan Besar Bagi Indonesia

"Saya rasa butuh semangat bersama-sama rekonsiliasi idiologi. Kanan, kiri, tengah semuanya adalah pencinta bangsa. Kami adalah pemilik bangsa, masa depan bangsa ada di tangan kami anak-anak muda," ujarnya di Jakarta kepada awak media, Selasa, 1 November 2020.

Dirinya menegaskan, sudah saatnya anak-anak muda dipertontonkan rekonsiliasi yang benar terhadap bangsa kita. Dan melalui program ini, Cokroaminoto Institut punya visi untuk menyatukan bangsa, segenap hati bangsa untuk tidak ada lagi konflik, tidak ada lagi perseteruan yang tidak penting agar negeri ini bisa benar-benar produktif," tegasnya.

"Kita sudah ketinggalan jauh. Ini PR besar bagi bangsa kita. Kami dari Cokroaminoto Institute menggagas acara ini dan kami siap menjadi garda terdepan untuk membela Pancasila, karena ideologi kita sudah final," lanjutnya.

Baca Juga: Pemerintah Suntik KAI Rp3,5 Triliun Demi Pemulihan Ekonomi Nasional (IP-PEN)

Sementara itu dalam kesempatan yang sama,
Ketua PB Semmi / Koordinator Nasional Relawan Pancasila Bintang Wahyu Saputra mengatakan, pihaknya akan mensosialisasikan dan membumikan serta mengamalkan Pancasila di setiap kehidupan masyarakat, baik berbangsa maupun bernegara.

"Hari ini kita berkumpul 17 provinsi perwakilan kita deklarasikan yang namanya relawan Pancasila. Ini adalah awal dan akan ada tindakan serta sikap sikap kita lainnya. Karena mengingat hari ini konflik begitu tinggi. Kita melihat ada gap dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan ini harus segera diakhiri," katanya.

Baca Juga: Tes PCR Positif Covid, Anies Isolasi Pisah dengan Keluarga

Fenomena politik identitas terasa semakin menguat dan jauh dari kata akan berakhir. Pancasila sebagai Ideologi yang seharusnya menjadi perekat kedua perbedaan anak bangsa, seolah kehilangan ruh. Kehilangan Kesaktiannya. Tidak ampuh bahkan ditinggalkan oleh generasi muda sekarang. Padahal di tahun 2045 nanti mereka yang akan menjadi pelaku sejarah politik Indonesia.

Mantan Ketua MA Hamdan Zulva berujar, satu hal yang bagus sekali untuk mendengungkan rekonsiliasi. Dirinya memandang, masalah kebangsaan yamg ada saat ini dapat diselesaikan dengan cara sesuai budaya bangsa.

"Selesaikan masalah-masalah kebangsaan kita dengan cara-cara elegan. Dengan budaya Indonesia, dengan budaya yang diwariskan Founding Father kita, adalah musyawarah dan dialog. Kita selesaikan semua dengan musyawarah dialog. Tidak perlu ambil cara kekerasan. Sebenarnya upaya untuk adalah langkah paling akhir. Kalau bisa diselesaikan secara dialog, musyawarah secara baik-baik agar kita bisa melakukan rekonsiliasi," pungkasnya.

Baca Juga: Cerita Murung Ibu Kota Diterpa ‘Badai’ Corona

Deklarasi ini turut dihadiri Ketua MPR RI, tokoh-tokoh dari keturunan Hos Cokroaminoto dan Agus Salim, untuk sama-sama berlumpul memikirkan bangsa ini ke arah benar dan tidak ada lagi gap antara satu kubu dengan kubu lain.

Editor: Mohammad Irawan

Tags

Terkini

Terpopuler