Asabri dan Jiwasraya Bermasalah, Pengamat: Bukti Buruknya Tata Kelola BUMN!

- 2 Maret 2021, 20:01 WIB
Logo PT Asuransi Jiwasraya
Logo PT Asuransi Jiwasraya /Antaranews/

ARAHKATA - Dua perusahaan asuransi pelat merah (BUMN) yakni, PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (AJS) dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merugikan negara hampir Rp40 triliun. Di mana, Asabri merugikan negara Rp23 triliun, sedangkan Jiwasraya Rp16,8 triliun.

"Ini nilai yang sangat fantastis dalam sejarah pengelolaan keuangan BUMN," ujar Farouk Abdullah Alwyni (FAA), Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (EKUIN), DPP PKS di Jakarta, Selasa, 2 Maret 2021.

Belum selesai sampai di situ, publik kembali dikagetkan dengan perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Nilai kerugiannya pun tak kalah fantastis, sekitar Rp20 triliun. Sebelumnya juga ada korupsi Dana Bansos sebesar Rp5,9 triliun.

Baca Juga: Kelangkaan Pupuk Subsidi Masih Terjadi di Madura

Menurut Farouk Abdullah, berbagai skandal mega korupsi di atas menunjukan buruknya penerapan corporate governance di BUMN asuransi. Sebab, secara umum, rata-rata kesalahannya terletak pada tata kelola investasi.

"Kasus Asabri dan Jiwasraya memperlihatkan bahwa ada kelemahan fundamental terkait supervisi dari pemerintah selaku pemegang saham pengendali (PSP), yang dalam hal ini adalah Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan," kaya Farouk.

Lebih jauh Farouk menegaskan, Asabri dan Jiwasraya tidak dapat mendeteksi persoalan-persoalan yang ada sejak dini yang pada akhirnya terjadi ledakan dari akumulasi persoalan yang ada. Akibatnya merugikan banyak pihak, terutama para nasabahnya dan negara sendiri.

Baca Juga: Akhirnya Presiden Jokowi Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras

"Juga perlu dipertanyakan kemana fungsi pengawasan OJK?" celetuk alumnus New York University dan Birmingham University tersebut.

Dia melihat pengelolaan BUMN seperti main-main.

"Jiwasraya juga sudah dimasukkan dalam IFG (Indonesia Financial Group), BUMN Holding Perasuransian dan Penjaminan, dan juga telah meminta dan disetujui suntikan dana penanaman modal negara (PMN) sebesar Rp20 triliun. Bahkan, saat ini sedang minta tambahan lagi Rp2 triliun ke DPR untuk disetujui," papar mantan Direktur Bank Muamalat tersebut.

Lebih jauh dia menjelaskan, dari kasus-kasus perampokan uang negara bermodus investasi ini ujung pangkalnya adalah masalah dalam pengelolaan dana investasi di BUMN-BUMN keuangan, lembaga keuangan dan entitas pemerintah.

Baca Juga: Pentingnya Seni dan Budaya di Antara Pariwisata

Jika ditilik lebih dalam, ada kemiripan dalam praktek investasi di Jiwasraya dan Asabri. Kemiripannya adalah kedua BUMN Asuransi tersebut banyak menginvestasikan dananya disaham tidak likuid, dan untuk Jiwasraya hanya lima persen yang diinvestasikan di saham LQ45, di samping juga 98 persen dari reksadana dikelola oleh manajer investasi yang tidak termasuk ‘top tier.’

Bahkan banyak saham-saham yang dimiliki oleh Jiwasraya juga dimiliki oleh Asabri. Hal yang lebih mengagetkan adalah, saham-saham tersebut terafiliasi dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro (Bentjok), yang keduanya menjadi terdakwa untuk kasus Jiwasraya dan status tersangka untuk kasus Asabri.

Hal ini terjadi karena adanya kerja sama antara Heru dan Benny dengan Jiwasraya maupun Asabri dalam mengelola investasi kedua BUMN tersebut, sebagaimana disebutkan oleh persidangan Jiwasraya dan pernyataan Kejagung.

Baca Juga: Penyempurnaan UU Pelayanan Publik Masuk Daftar Prolegnas

Dengan melihat proses kolusi tersebut, FAA mengangkat paket renumerasi yang besar bagi para pejabat pemerintah dan petinggi BUMN karena faktanya tidak sejalan dengan kinerjanya.

"Malah mengambil uang nasabah BUMN Asuransi tersebut dan merugikan negara dengan nilai yang sangat fantastis," ucapnya.

Artinya, lanjut Farouk, meski para petinggi dan pejabat BUMN telah menikmati remunerasi yang besar tapi tetap saja korupsi. Maka di sini ada persoalan sistemik baik terkait GCG maupun terkait etika dan integritas dari para pengelolanya.

'Bayangkan jika dana -dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk program pengentasan kemiskinan, suntikan dana untuk para pelaku sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan juga perbaikan fasilitas kesehatan tingkat kelurahan," pungkas Farouk.***

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah