SMRC Pastikan Nasib Demokrat di Telunjuk Yasonna Laoly

7 Maret 2021, 03:21 WIB
Peneliti Politik dari UIN Jakarta, Profesor Saiful Mujani.* /Instagram/@saiful_mujani/

ARAHKATA - Lembaga Survei Politik Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memastikan nasib Partai Demokrat ada di telunjuk Menkum HAM Yasonna H Laoly.

Hal ini dituturkan oleh Peneliti senior SMRC sekaligus pendiri lembaga survei politik Saiful Mujani dalam akun twitter miliknya, Sabtu, 6 Maret 2021.

"Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak," tulisnya di akun Twitter, dikutip pada Sabtu, 6 Maret 2021.

Baca Juga: Sudah Diet dan Olahraga Tapi Perut Masih Buncit, Waspada FodMaps!

Dari prespektif Syaiful Mujani bahwa ada rasa empati besar terhadap dualisme di tubuh Partai Demokrat.

Sampai-sampai dualisme yang diinisiasi oleh ketujuh kader pecatan Demokrat tampak sangat serius ditandai dengan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat, 5 Maret 2021. 

Terlebih, dengan terpilihnya Jenderal Purn Moeldoko dipilih secara aklamasi dan ditambah dengan dirilisnya nama struktur jabatan yang menghadiri KLB Demokrat Deli Serdang.

Selain itu, keberadaan Keputusan Menkumham merupakan bagian vital bagi keberlangsungan Partai Demokrat yang lahir pada tahun 2004 silam.

"Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD Ahy, lonceng kematian PD makin kencang," ujar Saiful Mujani.

Baca Juga: Jazz Berhenti Produksi, Ini Sejarah Perjalanan Sejak 2003 Hingga 2021

Saiful Mujani menambahkan kisruh dualime eksistensi partai politik bukanlah wajah baru dari perkembangan sistem demokrasi di tanah air.

Masih terekam jelas diingatan masyarakat Indonesia ada kasus sengketa Partai Berkarya yang diinisiasi oleh Putra Bungsu Presiden Kedua RI Soeharto, yakni Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dengan kubu Mayor Jenderal Purn Muchdi Purwoprandjono alias Muhdi Pr.

Dalam kasus perebutan kepemilikan Partai Bekarya, putusan dari KemenkumHAM memenangkan kubu Muchdi Pr sebagai Ketum DPP Partai Bekarya. Intervensi dari KemenkumHAM ini diakui Saiful Mujani menjadi salah satu putusan penting partai, namun tidak mengikat.

Langkah Tommy Soeharto selanjutnya melaporkan kerugian materil dan immateril dualisme kasus Partai Berkarya ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dari amar putusan PTUN tersebut justru mengukuhkan nama Tommy Soeharto sebagai pemilik legalitas Partai Berkarya.

Menilik kasus dualisme kepemilikan Partai Berkarya itu, Saiful Mujani menilai setidaknya masih ada angin surga untuk kubu Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono merebut legalitas.

Baca Juga: Kemdikbud Ngebut Salurkan Dana Bos Jelang Tatap Muka

Namun, Saiful Mujani memastikan proses pengadilan di PTUN tentu saja memakan waktu yang tidak singkat dan butuh kesabaran untuk bisa meraih kemenangannya di meja hijau pengadilan. Meskipun secara legitimasi partai, Partai Demokrat versi AHY yang mengantongi izin dari KemenkumHAM sebelumnya.

"PD AHY selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" ucap Saiful Mujani.

Ia lalu berandai-andai bila akhirnya keberadaan Partai Demokrat yang justru merasakan posisi ironis yang belum mengantongi keadilan di ranah hukum akibat jelimetnya perkara gugatan.

Kemudian, sebut Saiful Mujani, ia mengandaikan bila Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.

"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," kata dia.

Baca Juga: Kecewa Terhadap Moeldoko, SBY Mohon Ampun Sama Allah

Di sisi lain dari imej tampilan di ranah publik, figur AHY dan klan keluarga Cikeas dirasa lebih menjual ketimbang Mantan Jenderal yang belum ada jam terbang di dunia perpolitikan.

Alhasil, nasib Partai Demokrat kedepannya akan serupa dengan Partai Hanura yang hanya mengandalkan Jenderal Purn Wiranto. Selepas kepemimpinan Wiranto lengser dan digantikan oleh Oesman Sapta Oedang gaung partai itu tidak menggema lagi.

"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," tutur Saiful Mujani.

Ia juga menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh partai Demokrat perlahan-perlahan dengan intervensi pemerintah di dalamnya.

"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," pungkasnya.***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler