Pesan Keras Gubernur Sulawesi Tengah Minta Pembagian Hasil Nikel Harus Adil

7 Maret 2023, 03:30 WIB
Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura (kanan) didampingi Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey (kiri) saat memberikan keterangan kepada awak media /Agnes Aflianto/ARAHKATA

ARAHKATA - Kontrak karya (KK) perusahaan tambang nikel asal Kanada, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akan segera berakhir pada 2025 mendatang.

Mengenai perpanjangan kontrak, perusahaan yang telah beroperasi di Indonesia sejak 1968 tersebut masih terus menjadi sorotan.

Terkait hal tersebut, Rusdy Mastura, Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), meminta jika perpanjangan kontrak PT Vale dilakukan, harus ada bagian yang sesuai diterima oleh daerahnya.

Baca Juga: Satgas Waspada Investasi Temukan 8 Investasi Ilegal dan 85 Pinjol Ilegal

“Kalau diperpanjang kami mintalah bagian dari Rp2.000 triliun menjadi Rp5.000 triliun,’’ ucap Rusdy kepada wartawan, setelah menghadiri acara ulang tahun Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) di Jakarta Selatan, Senin, 6 Maret 2023.

Ia juga menjelaskan saat ini, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulteng mengalami kenaikan sebesar Rp800 miliar menjadi Rp1,7 triliun. Penyumbang kenaikan itu terbesar bukan dari hasil nikel melainkan pendapatan pajak.

“PAD kami saja sekarang naik Rp900 miliar yang mana bukan dari hasil nikel melainkan dari pajak. Itu naik Rp800 miliar menjadi Rp1,7 triliun,’’ paparnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tegas: Tanah Merah Plumpang Tak Dapat Ditinggali Warga

Untuk itu, Rusdy meminta pembagian hasil nikel dari PT Vale di Sulteng harus benar-benar adil dan sesuai, tujuannya untuk membantu masyarakat setempat yang masih banyak terjebak di garis kemiskinan.

“Gubernur di Kalimantan saja meminta 50 persen hasil tambang dari daerah. Jangan lagi Permen keluar yang nantinya bisa jadi pemberontakan. Kemudian tanah di daerah itu hancur tapi banyak yang rakyatnya miskin,” tegasnya.

Dia menyarankan, perusahaan asing yang bergerak di bidang pertambangan nikel di Sulteng untuk dapat melakukan kolaborasi dengan perusahaan daerah. Jangan hanya memanfaatkan pembagian hasil yang minim.

Baca Juga: Sinergi CCEP Indonesia Bersama Komunitas Kelola Sampah Upaya Pengendalian Perubahan Iklim

“Untuk itu, mereka (PT Vale) mau melakukan kolabarosasi, sehingga perusahaan daerah (BUMD) bisa join dengan swasta yang lain. Jangan hanya memberikan bagi hasil yang kecil,” pungkas Rusdy.

Ditempat yang sama, Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey mengatakan Indonesia saat ini sedang dilirik dunia seiring gencarnya program dan Gerakan renewable energy.

Di sektor transportasi, katanya, pengembangan industri kendaraan listrik menjadi program unggulan untuk menekan polusi udara yang ditimbulkan dari asap kendaraan konvensional. Untuk menekan penggunaan BBM, telah dikembangkan baterai untuk menggerakkan mesin EV.

Baca Juga: Deklarasi Dukungan Pasangan Capres Anies-AHY di Pilpres 2024

“Nikel merupakan komoditas yang dibutuhkan bahan baku EV Battery. Dan Indonesia merupakan pemilik sumber daya, cadangan, bahkan produsen nikel terbesar dunia. Maka, nikel Indonesia menjadi incaran dunia internasional,” kata Meidy.

Meidy juga menyampaikan, APNI sejak dibentuk telah banyak memperjuangkan aspirasi penambang nikel Indonesia. Pada prinsipnya, kata dia APNI mendukung pembangunan hilirisasi, namun harus seiring sejalan dengan pembangunan hulunisasi.

“Karena, aktivitas produksi smelter membutuhkan supply bijih nikel dari para penambang nikel,” tuturnya.

Baca Juga: Djonli Tangkilisan: Surplus Perdagangan Harus Berdampak pada UMKM dan Ekonomi Rakyat Indonesia

Namun, lanjut Meidy, para penambang nikel masih menghadapi banyak kendala di saat berjuang mengelola sumber daya alam di sektor pertambangan nikel yang notabene pengusaha nasional.

“Persoalan yang dihadapi misalnya dalam hal pengelolaan tata Kelola dan tata niaga pertambangan nikel,’’ tambahnya. ***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler