Gusdur, Imlek dan Kebangkitan Kaum Tionghoa

- 12 Februari 2021, 20:37 WIB
Gusdur
Gusdur /ARAH KATA/Santrigusdur.com

ARAHKATA – Tahukah kamu? Di tahun 2001 masyarakat etnis Tionghoa tidak bisa merayakan Imlek secara terang-terangan atau bahasa lainnya tidak bisa secara umum dan terbuka.

Gusdurian menjelaskan dalam akun twitternya @Gusdurian tentang kisah Gusdur yang memperbolehkan perayaan Imlek terhadap masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Bermula Presiden Soeharto menerbitkan Inpres No.14 Tahun 1967 tentang larangan agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina. Liongsamsi, aksara Cina, dan segala bentuk hal terkait dengan Cina termasuk nama: DILARANG atau dibatasi. Tidak bisa dirayakan secara umum.

Baca Juga: 10 Tradisi Imlek dari Berbagai Negara di Dunia

Dimana pada saat tersebut Perayaan Tahun Baru Imlek tidak boleh diadakan di Indonesia, mungkin boleh atau bisa diadakan tetapi tertutup yang mungkin tidak bisa dirayakan secara umum ataupun terbuka melainkan hanya keluarga masyarakat Tionghoa saja.

Di masa Orde Baru (Orba), masyarakat etnis Tionghoa tidak diakui sebagai suku bangsa, kenapa? Karena yang dilakukan banyak orang pada masa Orba disebut sebagai ethnic cleansing bahwa Rezim berdalih dalam kebijakan ini demi proses asimilasi yang kaffah.

Sehingga, Etnis Tionghoa pada saat itu dipaksa untuk mengasimilasikan diri dengan suku mayoritas tempat bermukim atau tempat saat mereka tinggal. Contoh, saat berasa di Bandung mereka harus jadi orang Sunda, Agama pun juga harus mengikuti yang ada di daerah Bandung tersebut dan hanya diperbolehkan menganut dari lima agama yang diakui saat Orba.

Lanjut, masuk kedalam Era Reformasi 1998. B.J. Habbie menertbitkan Inpres No.26/1998 berisi yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Abdurrahman Wahid atau sering dikenal Gus Dur menanggapi dan melakukan tindakan lebih jauh yang mungkin bertolak belakangan dengan putusan Inpers tersebut yaitu ia bertindak membela komunitas Cina dengan Konsep Kebangsaan baru yang diperkenalkannya.

Sehingga, Gus Dur menerbitkan Inpers No.6/2000 yang membatalkan Inpers yang di terbitkan oleh Soeharto yang pada akhirnya masyarakat Tionghoa bebas kembali menjalankan kepercayaan dan budayanya di Indonesia.

Halaman:

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x