ICW Komentari Sarasehan BPOM di Hotel Mewah

- 9 Juni 2022, 22:12 WIB
Sarasehan BPOM
Sarasehan BPOM /Agnes Aflianto/ARAHKATA /Agnes Aflianto/ARAHKATA

“Sebenarnya, yang diperlukan itu adalah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana cara handling dan penggunaan kemasan yang menggunakan bahan penolong BPA dengan benar. Jadi, bukan malah memunculkan masalah baru yang merusak industri,” ucapnya. 

Baca Juga: Beredar Video Bebas dari Tahanan di Media Sosial, Indra Kenz Tulis Surat Terbuka

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia juga menilai masih terdapat perbedaan pandangan dari berbagai pemangku kepentingan terkait urgensi penerbitan pelabelan “berpotensi mengandung BPA” pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang berbahan polycarbonat (PC).

Karenanya, Kemenko Perekonomian meminta agar penerbitan revisi Peraturan BPOM nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan perlu dikaji ulang dan dibahas lebih mendalam dengan semua pihak.
 
Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Hermawan Seftiono dan Pakar Kimia ITB, Ahmad Zainal juga menegaskan hal serupa.

Baca Juga: Kemenko Perekonomian Turun Tangan Polemik Pelabelan BPA

“Untuk keamanan pangan itu sudah ada aturannya, yaitu wajib SNI (Standar Nasional Indonesia). Jadi, jika sudah memiliki SNI, produk pangan itu sudah sesuai dengan kriteria aman untuk digunakan oleh konsumen,” ujar  Hermawan Seftiono. 
 
Dia mengutarakan bahwa semua produk pangan yang sudah memiliki ijin edar itu sebenarnya sudah memiliki label pada kemasannya

Label itu sudah menunjukkan semua informasi dari produk pangan tersebut, seperti  komposisi produk pangan, nama produknya, tempat produksinya, dan tanggal kadaluarsanya.  
 
Jadi,  katanya,  penambahan label baru dalam kemasan pangan itu nantinya malah akan menambah biaya bagi industri  untuk melakukan pengujian dari kemasan.

Baca Juga: Stakeholders Ingatkan BPOM Potensi Timbulnya Masalah Baru Akibat Wacana Pelabelan BPA

“Pas awal-awal mereka harus mengeluarkan biaya untuk menguji kemasannya, kemudian untuk periode tertentu misalnya setiap 6 bulan atau setahun, mereka juga harus mengujinya lagi  untuk dikonfirmasi aman atau tidak. Itu kan biayanya tidak sedikit,” katanya.
 
Selain itu, Hermawan juga menyampaikan bahwa tidak ada juga jaminan bahwa penambahan label baru itu nantinya justru malah membuat para konsumen menjadi lebih nyaman terhadap produk pangan tersebut.

"Yang ada malah,  kata-kata yang dibuat pada label itu nantinya malah bisa membuat konsumen menjadi takut menggunakan produk tersebut,” ujarnya.

Halaman:

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah