Risiko dari Tingginya Target Pajak Sri Mulyani

20 Agustus 2021, 01:54 WIB
Ilustrasi pembayaran pemutihan pajak kendaraan bermotor. Inilah daftar daerah yang menggelar program pemutihan pajak kendaraan bermotor hingga akhir tahun 2021, salah satunya Kota Bandung. /Instagram.com/@stnkpoldadiy

ARAHKATA - Pemerintah saat ini tengah berpikir keras dalam mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.

Pemerintah berusaha mengoptimalkan berbagai saluran penerimaan negara pada 2022, seiring dengan semakin dipersempitnya defisit APBN.

Meski demikian, optimalisasi pajak ini dinilai tidak akan mengganggu proses pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Satgas Bantu Atasi Pinjol Ilegal pada Masyarakat

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan, setelah APBN bekerja keras menghadapi Pandemi COVID-19 sejak tahun lalu, memang diperlukan konsolidasi fiskal untuk menjaga keberlangsungan fiskal negara.

Karenanya, pemerintah menetapkan defisit APBN 2022 sebesar 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau menjadi Rp868 triliun, turun 9,7 persen dari outlook 2021.

Asumsi tersebut didasari dari penerimaan pajak yang naik 9,5 persen sedangkan belanja naik 0,4 persen.

Baca Juga: Ricky Harun Resmi Jabat Komisaris Independen Anak Usaha BUMN

Target penerimaan pajak ini, terdiri dari target penerimaan pajak yang naik 10,5 persen dari outlook 2021 sedangkan cukai tumbuh 4,6 persen. Lalu, penerimaan PPN diproyeksikan naik 10,1 persen sedangkan penerimaan PPh naik 10,7 persen.

Akan tetapi, Fajry menilai data-data target penerimaan pajak tersebut masih terlalu tinggi dibanding dengan laju pemulihan ekonomi, ditambah lagi jika penetapan itu di tengah aktivitas dunia usaha yang belum pulih.

"Kami melihat target penerimaan pajak masih terlalu optimis melihat aktivitas dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih dan juga kebijakan penurunan tarif PPh badan," kata dia Kamis, 19 Agustus 2021.

Baca Juga: Kementan Jamin Pasokan Pangan Nasional Hingga September

Fajry juga mengatakan, khusus untuk target peningkatan penerimaan cukai, diakui secara historis memang memungkinkan dicapai.

Namun, ia tidak memungkiri terdapat risiko dari tingginya target penerimaan cukai ini di tengah kenaikan tarif cukai yang tidak sejalan dengan penerimaannya.

Fajry mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan kondisi di mana kenaikan tarif yang tidak sejalan lagi dengan peningkatan penerimaan cukai

Baca Juga: Wacana Energi Nasional Jadi Tema DEM Indonesia Refleksikan 76 Tahun Kemerdekaan RI

"Peningkatan tarif dalam beberapa tahun terakhir mengurangi efektivitas cukai dalam menghasilkan penerimaan," ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Fajry, untuk target penerimaan pajak 2022 memang perlu diapresiasi sebab pemerintah melakukan optimalisasi penerimaan dengan cara-cara yang dianggap tidak akan mengganggu proses pemulihan ekonomi pada 2022.

Baca Juga: Lindungi Masyarakat, Kominfo Tak Izinkan Ada Akses Pinjol Ilegal Lagi

"Kami melihat rencana kebijakan penerimaan pajak pemerintah seperti perluasan basis pemajakan, perluasan kanal pembayaran, penegakan hukum yang berkeadilan, dan evaluasi pemberian insentif sejalan dengan pemulihan ekonomi," tegas Fajry.

Meski demikian, dia menekankan, walaupun dalam konteks perluasan basis pajak, optimalisasi perlu dilakukan pada sektor yang benar-benar sudah pulih. Optimalisasi perlu dilakukan ke Wajib Pajak yang tidak atau paling sedikit terdampak Pandemi COVID-19.***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler