Natalius Pigai: Vonis Ferdy Sambo Dihukum Maksimal Bukan Hukuman Mati

14 Februari 2023, 09:52 WIB
7 Poin Penting Mengapa Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Apa Saja? /

ARAHKATA – Aktivis kemanusiaan Natalius Pigai menyesalkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan hukuman mati terhadap mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo, Senin, 13 Februari 2023.

Dia menilai, peradilan di Indonesia (criminal justice system) tidak bisa serta merta menerapkan hukuman mati, sekalipun telah diatur dalam hukum pidana.

Sebab, Indonesia sudah meratifikasi berbagai kovenan dan konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, dan telah menjadi hukum nasional.

Baca Juga: Kamaruddin Simanjuntak: Vonis Putri 20 Tahun Kemenangan untuk Rakyat Indonesia!

"Saya berharap Hakim akan mengabulkan hukuman maksimal (maximum penalty), bukan hukuman mati (death penalty)," kata Pigai melalui siaran persnya kepada wartawan, Senin, 13 Februari 2023.

Dia menyatakan, negara Indonesia makin maju dan berkembang beriringan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang hukum yang dijiwai dalam nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

"Fakta itu tidak bisa dinafikan hanya atas dasar proses hukum secara kaca mata kuda," sergahnya kemudian.

Baca Juga: Putri Candrawathi Divonis 20 Tahun Penjara, Kasus Pembunuhan Brigadir J

7 Hal Memberatkan Sambo

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membeberkan tujuh hal yang memberatkan hukuman Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 13 Februari 2023.

Adapun ketujuh hal yang memberatkan hukuman terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana mati yakni:

Pertama, majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun.

Baca Juga: Habib Syakur Apresiasi Majelis Hakim Vonis Mati Ferdy Sambo

Kedua, perbuatan terdakwa mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban. Ketiga, perbuatan terdakwa menyebabkan kegaduhan di masyarakat.

Keempat, perbuatan terdakwa tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini Kepala Divisi Propam Polri.

Kelima, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia. Keenam, perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat. Terakhir, terdakwa berbelit-beli dan tidak mengakui perbuatannya.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Tags

Terkini

Terpopuler