Dilansir Arahkata.com dari Antara, RUU Perampasan Aset memuat tiga substansi utama. Rinciannya, unexplained wealth sebagai salah satu aset yang dapat dirampas untuk negara, hukum acara perampasan aset, dan pengelolaan aset.
Unexplained wealth merupakan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan aset tindak pidana.
Baca Juga: Demokrat: SBY tak Pernah Minta Uang Rp9 Miliar
Selanjutnya, hukum acara perampasan aset diatur khusus dikarenakan hukum acara perampasan di dalam RUU menekankan pada konsep negara versus aset (in rem), dan hal ini berbeda dengan hukum acara pidana yang menekankan konsep negara versus pelaku kejahatan (in personam).
Konsep in rem juga mengatur mengenai pelindungan bagi pihak ketiga yang beritikad baik dan memiliki keterkaitan dengan aset yang diajukan permohonan perampasan aset.
Baca Juga: Resmikan 5 Gedung Baru, WH Optimis Kinerja OPD Meningkat
Selain itu, RUU Perampasan Aset juga mengatur mengenai pengelolaan aset yang terdiri dari sembilan jenis kegiatan, yaitu penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengembalian aset.
Sebagai informasi, status RUU Perampasan Aset ini masih di Kementerian Hukum dan HAM selaku pemrakarsa. Penyusunan RUU Perampasan Aset sebelumnya diinisiasi pertama oleh PPATK sejak 2003 dengan mengadopsi ketentuan The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan konsep Non-Conviction Based Forfeiture negara-negara common law. ***(Restu Fadilah)