Lima Tahun Jadi Tersangka, RJ Lino Akhirnya Ditahan KPK

- 26 Maret 2021, 17:10 WIB
Mantan Dirut Pelindo II, RJ Lino ditahan KPK.
Mantan Dirut Pelindo II, RJ Lino ditahan KPK. /Restu Fadilah/ARAHKATA

ARAHKATA - Setelah lima tahun menyandang tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II (Persero), Richard Joost Lino atau RJ Lino akhirnya ditahan.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwatta mengatakan, RJ Lino akan ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 26 Maret 2021 sampai dengan 13 April 2021. Dia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Klas I Cab KPK.

"Sebagai pemenuhan protokol kesehatan untuk pencegahan covid-19 di lingkungan rutan KPK akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK pada Gedung ACLC KPK di Kavling C1," ucap Alex dalam Konferensi Pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 26 Maret 2021.

Baca Juga: Mau Pensiun, Pemain Sepakbola Melbourne City Ini Malah Dilamar di Lapangan

Kata Alex, selama proses penyidikan telah dikumpulkan berbagai alat bukti. Diantaranya keterangan 74 orang saksi dan penyitaan barang bukti dokumen yang terkait dengan perkara ini.

Lebih jauh Alex menjelaskan, pada tahun 2009 silam, PT Pelindo II (Persero) melakukan pelelangan pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) dengan spesifikasi single lift untuk cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak yang dinyatakan gagal.

Sehingga dilakukan penunjukan langsung kepada PT BI (Barata Indonesia). Namun penunjukan Langsung tersebut juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada Standar Eropa.

Baca Juga: Pendukung Habib Rizieq Diblokade Aparat Keamanan di PN Jaktim

Januari 2010 silam, RJ Lino diduga melalui disposisi surat memerintahkan Ferialdy Noerlan, Direktur Operasi dan Teknik untuk melakukan pemilihan langsung dengan mengundang tiga perusahaan.

Tiga perusahaan itu yakni, ZPMC (Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co. Ltd) dari China, Wuxi, HDHM (HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan.

Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan perseroan dengan mencabut ketentuan penggunaan komponen barang/jasa produksi dalam Negeri.

Baca Juga: Tilang Elektronik Nasional Tahap Pertama, Kota Bekasi Masih Sosialisasi

Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri.

Adapun SK Direksi PT Pelindo II tersebut menggunakan tanggal mundur sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan.

Penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi "GO FOR TWINLIFT" pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik.

Padahal pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.

Baca Juga: Polisi Temukan Senjata Tajam di Mobil Pengacara Habib Rizieq

Pada Maret 2010, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM dan memberi disposisi kepada Saptono R Irianto, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.

Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II pada pihak HDHM, RJL diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tandatangan persetujuan dari Direktur Keuangan dengan jumlah uang muka yang dibayarkan mencapai US$24 juta yang dicairkan secara bertahap.

Penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II (Persero) dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung dan begitu pun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate (OE).

Baca Juga: Diperiksa KPK, Cita Citata: Saya Ikhlas dan Ridho

Untuk pengiriman tiga unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang,dan Pontianak dilakukan tanpa commision test yang lengkap. Di mana, commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah
terima barang.

Harga kontrak seluruhnya US$15,554,000 terdiri dari US$5,344,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, US$4,920,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan US$5,290,000
untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.

KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya sebesar US$2.996.123 untuk QCC Palembang, US$3.356.742 untuk QCC Panjang dan US$ 3.314.520 untuk QCC Pontianak.

Baca Juga: Asik Timbang Narkoba, Dua Pemuda di Bone Diringkus Polisi

Akibat perbuatan RJ Lino, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan tiga unit QCC tersebut
sebesar US$22,828,94.

Sedangkan, untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC tersebut, BPK tidak menghitung nilai kerugian Negara.

"Yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh, sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan
investigatif dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas pengadaan Quayside Container Crane (QCC) Tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II," kata Alex.

Akibat perbuatannya itu, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x