Fahri Bachmid: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Tetap Konstitusional dan Terjamin Derajat Demokratis

- 12 Januari 2023, 13:27 WIB
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H.
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. /ARAHKATA

Baca Juga: Komnas HAM Sambut Baik Sikap Presiden Akui 12 Pelanggaran HAM Berat

Sebuah sistem pemilu yang tepat sesuai dengan kebutuhan kondisi, baik secara historis, sosiologis, dan politis daripada suatu masyarakat beradab.

Fahri Bachmid mengatakan bahwa proyeksi membangun sistem pemilu yang kredible serta futuristik untuk 2024 adalah harus mampu meningkatkan derajat representasi dan akuntabilitas anggota DPR.

Kemudian memastikan sistem pemilu harus mampu menghasilkan produk sistem kepartaian dengan jumlah partai sederhana, serta sistem pemilu harus mudah diselenggarakan serta ekonomis, serta mampu mengeleminir praktek politik transaksional.

Baca Juga: Sinergi Antar Lembaga Wujudkan Desa Devisa Klaster Kopi, Kebangkitan Ekonomi Kabupaten Bener Meriah

Sistem pemilu dengan Episentrum pada calon atau “candidacy centered” menjadi perlu
di "engineering" kembali agar menjadi sistem pemilu yang berorientasi serta berpusat pada partai atau “party centered’, dan terhadap permasalahan tersebut, maka opsi proporsional tertutup adalah sebuah keniscayaan konstitusional.

Fahri Bachmid menguraikan bahwa sistem dengan "Close List Propotional" atau sistem proposional tertutup pada prinsipnya telah sejalan dengan spirit demokrasi yang dianut dalam UUD NRI Tahun 1945, yang berorientasi agar mendorong peningkatan peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan.

Kemudian mengakselarasi institusionalisasi partai politik, menjadikan simplifikasi penilaian kinerja partai politik oleh publik; serta mereduksi politik uang kepada masyarakat serta korupsi politik, dan secara "vice versa" sesungguhnya "Open List Propotional" atau Proposional Terbuka cenderung menyuburkan demokrasi liberal serta berwatak oligarkis,diwarnai kekisruhan, Praktek kotor politik serta "Vote Buying"dan kecurangan sistemik dalam bentuk lainnya.

Baca Juga: Polri Backup Proses Penegakan Hukum Lukas Enembe, Jaga Papua Tetap Kondusif

Hal yang demikian dapat dikonstatasi dari apa yang pernah dialami oleh Brazil dengan gagalnya sistem tersebut, oleh karena sistem terbuka "given" serta terjadinya polarisasi politik yang sangat tajam dan serius, persidangan menimbulkan politik identitas, yang kadang-kadang dilandasi sentimen-sentimen primordial, baik primordialisme keagamaan, kesukuan, atau kedaerahan hal demikian akan tercipta suatu praktek ‘kanibalisme politik’ yang jauh dari demokrasi sejati.

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x