Sengkarut Proyek PLTP Dieng-Patuha Berpotensi Molor Akibat Intervensi Oknum KPK

- 27 Januari 2023, 08:00 WIB
Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT Bumigas Energi. 
Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT Bumigas Energi.  /WijayaOjay/ARAHKATA

 

 ARAHKATA - Sengketa hukum antara PT Bumi Gas Energi (Bumigas) dengan  PT Geo Dipa Energi (Geodipa) kian berbuntut panjang. Kasus hukum yang terus membayangi ini dikhawatirkan bakal menghambat dan membuat molor pengembangan panas bumi di Dieng dan Patuha.

Padahal sebelumnya, sengketa Bumigas dan Geodipa telah selesai di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Kedua pihak pun sepakat untuk menghidupkan kembali kontrak kerja sama yang sempat terhenti. Namun kasus ini dibawa lagi ke BANI menyusul terbitnya surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan berbuntut tersingkirnya Bumigas.

“Perbuatan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan,yang diduga kuat diperintahkan mantan Pimpinan KPK Periode 2015-2019, dalam menerbitkan Surat KPK kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) Nomor B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 tertanggal 19 September 2017, melanggar Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Surat tersebut digunakan untuk menyingkirkan PT Bumigas Energi dalam pengelolaan panas bumi di Dieng dan Patuha melalui sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) kedua kalinya,” ungkap Kuasa Hukum Bumigas, Khresna Guntarto, dalam jumpa pers,dikutip ArahKata.com pada Kamis, 26 Januari 2023.

Baca Juga: LKSP: KPK Harus Segera Tuntaskan Skandal Korupsi Berjamaah Anies Baswedan dan DPRD DKI

Padahal, menurut Khresna, Bumigas dengan Geo Dipa telah selesai bersengketa di BANI ke-1 dan memiliki kekuatan hukum tetap dengan putusan menghidupkan kembali kontrak kerja sama. Namun melalui Surat KPK tersebut, Pahala menyatakan seakan-akan Bumigas tidak pernah membuka rekening padatahun 2005 di HSBC Hong Kong, sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown hingga akhirnya Bumigas dikalahkan oleh Majelis Arbitrase BANI ke-2 dengan pertimbangan Surat KPK tersebut.

“Baik Pahala maupun Pimpinan KPK Periode 2015-2019, potensial melanggar UU KPK,” tegasnya.

Perbuatan Pahala menerbitkan surat untuk Geo Dipa tersebut seakan terdapat permintaan informasi perbankan kepada HSBC Indonesia dari Penyidik KPK, yang selanjutnya wajib diungkap serta merta oleh lembaga perbankan sehubungan proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang telah menetapkan tersangka. Padahal, dalam hal ini tidak pernah sedikitpun Bumigas diperiksa oleh Penyidik KPK, apalagi sampai ditetapkan sebagai tersangka.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Gerak Cepat Tangani Kemiskinan, Gandeng Perusahaan dan Langsung Rekrut 800 Pekerja

“Oleh karena itu, klaim sepihak Deputi Pencegahan KPK mengenai adanya permintaan informasi kepada HSBC Indonesia menjadi patut dipertanyakan dan dipersoalkan,” tegas Khresna.

Menurutnya, penyidik KPK memang dapat meminta informasi perbankan dengan catatan proses Penyidikan dan yang diminta adalah sehubungan informasi perbankan tersangka. Hal ini didasarkan pada Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU KPK. Namun, faktanya tidak pernah ada penyidikan ataupun tersangka dari pihak Bumigas.

Terkait KPK

Lebih lanjut, Khresna mengungkapkan sedikitnya ada tujuh fakta yang dapat menunjukkan bahwa Pahala diduga kuat salah dalam menerbitkan surat tersebut.

Baca Juga: DPP Aspadin Bertekad Memajukan Tata Kelola Industri Air Minum Dalam Kemasan Indonesia

Pertama, bukan tugas pokok dan fungsi dari Deputi Pencegahan KPK. Surat KPK kepada Geo Dipa dibuat di luar kewenangan Pahala, sehingga patut dipertanyakan dalam rangka apa membuatkan surat tersebut. Apalagi informasi yang disampaikan ternyata keliru.

Kedua, klaim informasi berasal dari HSBC Indonesia adalah tidak benar. Bumigas telah audiensi dan berkirim surat kepada HSBC Indonesia hingga diperoleh keterangan bahwa HSBC Indonesia tidak pernah memberikan informasi apapun kepada KPK tentang Bumigas. Selain itu, Bumigas juga diketahui bukanlah nasabah di HSBC Indonesia. Jadi tidak ada informasi yang bisa dikonfirmasi dari HSBC Indonesia sehubungan dengan tuduhan nihilnya dana Bumigas di HSBC Hong Kong pada tahun 2005.

Ketiga, klaim informasi berasal dari Kejaksaan Agung yang terbang ke Hong Kong masih simpang siur.

Baca Juga: Kementerian Sosial Telusuri Dugaan Eksploitasi Anak di Tarakan

Keempat, klaim adanya surat Kejaksaan Agung sebagai sumber informasi adalah tidak benar. Jika memang ada surat dari Kejaksaan, seharusnya surat tersebut digunakan oleh Geo Dipa dalam sidang di BANI. Faktanya tidak pernah ada bukti dari Kejaksaan yang diajukan Geo Dipa.

Kelima, seluruh klaim dan dalih Pahala bertentangan dengan keterangan HSBC Hong Kong. Bumigas berani menyandingkan surat jawaban dari HSBC Hong Kong kepada Bumigas Energi dengan jawaban HSBC Hong Kong kepada Jaksa dari Kejaksaan Agung yang digunakan oleh Pahala.

Keenam, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan keterangan tidak pernah ada izin permintaan informasi perbankan Bumigas dari KPK. Hal ini terungkap dari Surat Nomor: SR – 2/ EP.1/ 2022 tanggal 03 Desember 2022  yang menjawab pertanyaan dari Bumigas mengenai ada atau tidaknya permintaan informasi perbankan dari KPK mengenai rekening Bumigas di HSBC Hong Kong di tahun 2005 melalui HSBC Indonesia.

Baca Juga: Habib Syakur: Gibran Layak Dampingi Prabowo di Pilpres 2024

Ketujuh, Bumigas telah audiensi dengan KPK dan perbuatan Pahala menerbitkan surat tersebut dipertanyakan internal KPK. Berdasarkan audiensi tersebut, internal KPK sendiri bingung dalam rangka apa dan berdasarkan kewenangan apa Pahala Nainggolan membuat dan menerbitkan surat tersebut.

“Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, PT Bumigas Energi mempertanyakan nota dinas persetujuan seluruh Pimpinan KPK yang diperlukan guna memenuhi asas kolektif kolegial di KPK. Bila dalih Pahala Nainggolan dalam menerbitkan surat tersebut adalah atas perintah pimpinan, maka harus ada persetujuan seluruh Pimpinan KPK Periode 2015 s/d 2019,” ujar Khresna.

Karena itulah, dia menegaskan bahwa perbuatan Pahala dan Pimpinan KPK Periode 2015-2019 dalam menerbitkan Surat KPK kepada Geo Dipa Nomor B/6004/LIT. 04/10–15/ 09/2017 tertanggal 19 September 2017 merusak citra lembaga antirasuah. Tidak sepatutnya KPK memiliki oknum-oknum tersebut.

Baca Juga: Viral! Selvi Mahasiswi Korban Tabrak Lari di Cianjur, Kapolri Turun Tangan

“Maka dengan ini, kami meminta Ketua dan Pimpinan KPK saat ini berani untuk mengungkap kejahatan oknum Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan dan Pimpinan KPK periode sebelumnya (2015 s/d 2019) dengan cara melakukan tindakan tegas terhadap Pejabat atau Mantan Pejabat yang terlibat, serta merevisi surat dan merehabilitasi nama baik PT Bumigas Energi,” ujar Khresna.

Tidak hanya itu, menurutnya, tindakan oknum pimpinan KPK yang mengintervensi kasus ini justru berpotensi mengganggu iklim investasi panas bumi. Bumigas sendiri mengklaim, sesuai dengan kontrak yang ada sebelumnya, seharusnya pihaknya sudah menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan panas bumi di Dieng dan Patuha.

Kerja sama Geo Dipa dan Bumigas bermula di tahun 2015. Kala itu, Bumigas dipilih sebagai pemenang lelang proyek pembangunan lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng 2, Dieng 3 dan PLTP Patuha 1, Patuha 2, dan Patuha 3.  Rencananya, Bumigas akan berkontrak dengan skema BTOT (Build, Transfer, Operate, Together).

Baca Juga: Ditanya Soal Momongan Pertama, Erina Gudono: Kalau Aku Pengennya Cewek

Pada renegosiasi tahun 2016, Bumigas mengajukan permohonan untuk mengubah skema kontrak menjadi BOT (Build, Operate, Transfer). Namun permohonan ini tidak dapat dipenuhi Geo Dipa karena menyalahi proses lelang dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.***

 

 

 

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x