Pencegahan Anak Perokok Dinilai Tidak Cukup, Perlu Regulasi Kuat dan Tegas

- 16 Desember 2020, 19:51 WIB
Ilustrasi pentingnya regulasi dalam menekan anak perokok.
Ilustrasi pentingnya regulasi dalam menekan anak perokok. /Arahkata/

ARAHKATA - Jumlah anak perokok dinilai terus meningkat. Dari data yang ada sebesar 45 persen remaja rentang usia antara 13 sampai 19 tahun merupakan perokok. Menjadi tanda tanya besar, saat pemerintah berencana menaikkan cukai rokok sebesar 12,5 persen yang akan diberlakukan pada Februari 2021, apakah efektif dalam menurunkan jumlah anak perokok di tanah air?

Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, upaya menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024 tidak cukup hanya dengan mencegah anak merokok, tetapi dibutuhkan sebuah regulasi yang kuat dan tegas untuk melindungi anak dari target pemasaran industri rokok.

"Karena faktanya Industri rokok tetap gencar beriklan, berpromosi dan mensponsori segala bentuk kegiatan yang disukai anak muda sehingga rokok terlihat normal dan aman. Kita punya regulasi, tetapi regulasi kita tidak memiliki sanksi yang tegas untuk melarangnya," ungkapnya saat dihubungi arahkata.com, 16 Desember 2020.

Baca Juga: PLN Berikan Token Listrik Gratis Pertengahan Desember 2020, Simak Syaratnya !

Lisda menekankan, pihak industri seharusnya mendukung Pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok anak dengan tidak beriklan, berpromosi dan mensponsori segala bentuk kegiatan yang disukai anak muda sehingga rokok terlihat normal dan aman.

"Kenaikan prevalensi perokok anak salah satunya didorong faktor iklan, promosi dan sponsor rokok yang sangat massif menyasar anak sebagai target pemasaran. Selain itu didorong Faktor Akses rokok yang sangat mudah karena harganya murah, dijual perbatang dan dapat dibeli dimana-mana," katanya.

Lisda menjelaskan, regulasi yang ada saat ini, tidak cukup kuat melindungi anak dari adiksi rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak. Karena iklan, promosi, dan sponsor rokok masih dibolehkan, akses rokok sangat mudah karena murah dan dapat dibeli dimana-mana, dan perilaku merokok dianggap biasa.

Baca Juga: Hingga 15 Desember 2020 Tenaga Medis yang Wafat 365 Orang

"Tidak adanya sanksi tegas dalam PP 109/2012 menjadikan iklan, promosi dan sponsor rokok merajalela, dan akses rokok sangat mudah karena harga rokok sangat murah terjangkau anak dan dapat dijual batangan," jelasnya.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x