Menelisik Bagaimana Seharusnya Penanganan Gempa?

- 21 Januari 2021, 10:10 WIB
Bangunan yang porak poranda akibat gempa M6,2 di Sulawesi Barat
Bangunan yang porak poranda akibat gempa M6,2 di Sulawesi Barat /Arahkata/

Baca Juga: Soal Kebutuhan Pengungsi Longsor Bogor, Ini Kata Menko PMK dan Kemensos

Gempa dan tsunami memiliki periode pengulangan (return period), hanya tidak bisa dipastikan kapan pengulangan tersebut terjadi.

"Seperti Majene itu, mirip dengan gempa 23 Februari 1969. Sumbernya adalah Sesar Naik Selat Makassar. Hanya yang membedakan saat itu terjadi dengan episenter di laut dengan magnitude 6,9 hingga menimbulkan tsunami," urainya.

Daryono membandingkan kondisi Indonesia dengan Jepang, yang sama-sama rawan gempa.

"Bedanya, Jepang sejak tahun 1980 sudah dan wajib menerapkan. Sementara Indonesia, ya cuma jalan di tempat saja jika jalan pun sangat lambat. Rumah rakyat belum tahan gempa," ujarnya.

Contohnya, gempa Yogyakarta 2006 dengan gempa Suruga Jepang tahun 2009.

Baca Juga: Tiga Tewas, Mobil Rombongan Besan Temanten Masuk Jurang

"Kekuatan dan kedalaman gempa, kepadatan penduduk sama. Tapi Yogya korbannya 5.800 orang, Suruga hanya 1 orang," paparnya.

"Jadi, bukan gempanya lah yang harus disalahkan. Tapi bagaimana kebijakan pemerintah mendorong masyarakat atau membangun kesadaran dalam hidup selaras dengan alam. Caranya, bangunlah bangunan rumah yang tahan gempa. Jadi kalau roboh, gak menimbulkan korban," pungkasnya.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x