Biden-Harris Menang, ini Salah Satu Faktor Kekalahan Trump

- 8 November 2020, 13:27 WIB
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. /Alamsyah/Arahkata.com

ARAHKATA.COM - Amerika Serikat memiliki Presiden dan Wakil Presiden baru, Joe Biden dan Kemala Harris. Joe Biden dari Partai Demokrat berhasil menang telak dari Donald Trump dari Partai Republik dengan hasil perhitungan akhir yang dikutip dari The Associated Press, sebanyak 290 suara elektoral dan Trump mendapat 214 suara elektoral.

Kemenangan Biden menjadi orang nomor satu di negeri Paman Sam, boleh jadi menjadi pukulan telak bagi Trump yang sebelumnya sempat mengklaim kemenangan terlebih dahulu, padahal hasil akhir penghitungan suara belum dikeluarkan secara resmi.

Klaim kemenangan Trump ini, menurut Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, menunjukan bahwa Trump tak bisa menjadikan AS sebagai negara demokrasi modern yang menjadi rujukan banyak negara.

Baca Juga: Soal Haji dan Umroh, Ali Taher Lihat Kemenkes  Belum Dilibatkan Kebijakan Ini

"Sebagai negara demokrasi yang dianggap sudah matang dalam melaksanakan praktik pemilu demokratis, maka perilaku Trump yang mengklaim kemenangan meskipun kurang didukung data formal yang valid, membuktikan bahwa demokrasi dan pemilu AS sedang mengalami masalah." ujar Titi Anggraini, Minggu (8/11/2020).

Hal mana ini pernah terjadi di Indonesia pada Pilpres lalu, Titi menjelaskan bahwa Trump serta para pendukungnya juga termasuk dari mereka yang tak percaya kepada para penyelenggara Pemilu itu sendiri.

"Banyak parameter soal integritas pemilu yang selalu dirujuk dari pemilu AS seakan menjadi terdistorsi ketika muncul gerakan yang kontradiktif khususnya dari para pendukung Trump yang mengklaim pemilu berjalan curang dan kemudian membangun opini ketidakpercayaan pada integritas proses pemilu yang berlangsung serta terhadap para personil penyelenggara yang bekerja untuk itu." Sambung Titi.

Titi menambahkan bahwa fenomena yang terjadi di Amerika saat ini adalah implikasi dari polarisasi politik yang diwarnai kehadiran hegemoni identitas yang membelah.

Baca Juga: 4 Kabupaten Berpotensi Terdampak Gunung Merapi

"Apalagi di tengah situasi post truth era maka emosi semakin dominan dalam menentukan kecenderungan orang dalam memberikan pilihan. Ini tentu menjadi ancaman besar bagi praktik demokrasi bila tak segera dicarikan solusi untuk mengatasi itu. Apalagi hal yang sama juga punya kecenderungan terjadi di banyak negara selain AS. Misal Indonesia pada 2019 lalu dan juga Filipina, termasuk pula bibit-bibit yang mulai muncul di beberapa negara eropa. Ini sangat mengkhawatirkan bagi masa depan dan kualitas demokrasi dunia. Tirani mayoritas yang berbasis hegemoni identitas bisa menciderai dan merusak makna demokrasi serta menghambat hadirnya kultur kewargaan (civic culter) sebagai mekanisme control dalam demokrasi." paparnya.

Sementara itu, terkait lamanya hasil akhir Pilpres AS 2020 diumumkan yang kabarnya disebabkan oleh adanya gugatan dari tim kampanye Trump dan Partai Republik terhadap pelaksanaan serta hasil akhir, menurut Titi lebih dikarenakan masalah teknis serta wabah pandemi Covid-19.

"Pilpres AS 2020 diselenggarakan di tengah situasi pandemi Covid-19 sehingga membuat banyak negara memutuskan untuk menyiapkan tata cara pemungutan suara khusus guna menghindari penularan Covid-19. Antara lain dengan memfasilitasi pemilihan lebih awal dimana pemilih bisa memilih sebelum hari pemungutan suara nasional pada 3 November. Serta banyak negara bagian yang menyediakan layanan memilih lewat pos dimana surat suara dikirim ke rumah pemilih melalui jasa layanan pos. Bahkan di 4 negara bagian seluruh proses pemilihan beralih melalui pos, misalnya di Oregon. Ini lah yang membuat proses penghitungan suara menjadi berjalan cukup panjang bila dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih lewat pos meningkat tajam dan proses penghitungannya harus dilakukan menunggu surat suara kembali di terima bergantung tanggal cap pos yang ditentukan. Sehingga bisa dipahami mengapa hasilnya relatif harus menunggu beberapa waktu dibanding pilpres atau pemilu tahun-tahun sebelumnya." Tutup Titi.***

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah