Intervensi Industri Rokok yang Tinggi dalam Regulasi Kesehatan, Abaikan Perlindungan Anak Indonesia

- 1 Juni 2024, 00:10 WIB
Media Briefing dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2024 bertajuk ”Menguak Campur Tangan Industri Rokok dalam Melemahkan UU dan RPP Kesehatan di Indonesia”
Media Briefing dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2024 bertajuk ”Menguak Campur Tangan Industri Rokok dalam Melemahkan UU dan RPP Kesehatan di Indonesia” /Wijaya/ARAHKATA

“Kami merangkum, setidaknya ada tiga taktik yang dilakukan industri dalam proses penyusunan regulasi, yaitu memenuhi media masa dengan informasi yang tidak relevan dan manipulatif, menggunakan berbagai pihak untuk menggiring opini publik, serta mencampuri proses pembuatan kebijakan melalui seminar, konferensi pers, focus group discussion (FGD), audiensi, dan mengirim surat kepada pemerintah.

Taktik disinformasi, menurut Bigwanto, banyak ditemukan selama proses pembuatan UU Kesehatan, dan setidaknya ditemukan 4 disinformasi. Misalnya informasi bahwa tembakau memiliki nilai ekonomi dan nilai sosial sehingga tidak boleh disamakan dengan narkotika dan psikotropika yang jelas merugikan pemakai dan negara. Informasi ini keliru karena tembakau juga punya efek negatif terhadap pemakainya. Disinformasi lainnya bahwa RUU Kesehatan akan berdampak buruk pada petani tembakau serta mengganggu kesejahteraan dan kelangsungan hidup jutaan pekerja di seluruh ekosistem Industri Hasil Tembakau Indonesia. Ada pula disinformasi bahwa perumusan RUU Kesehatan tidak melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait. Serta kuatnya narasi yang menyampaikan bahwa profil risiko produk rokok elektronik lebih rendah dari rokok konvensional

“Disinformasi yang sangat jelas misalnya ketika disampaikan bahwa produk tembakau tidak merugikan negara. Sementara sudah jelas produk tembakau itu merugikan negara, lewat biaya kesehatan akibat konsumsi tembakau, yang lebih besar dari pendapatan cukai. Meskipun tembakau legal, tapi produknya tidak normal, sehingga konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi,” tegas Bigwanto.

Baca Juga: Kejagung Bongkar 109 Ton Emas Dicap Antam Pelakunya Orang Dalam PT Antam  

Taktik kedua, kata Bigwanto, adalah menggunakan berbagai kelompok (front groups), termasuk komunitas yang diinisiasi oleh industri, untuk menyuarakan narasi yang membela industri tembakau. Kelompok yang dilibatkan bahkan termasuk sejumlah anggota legislatif dari sejumlah fraksi, organisasi masyarakat keagamaan, lembaga penelitian, akademisi, dan orang dalam di pemerintahan, baik pusat maupun daerah.

Sedangkan taktik ketiga yang dipakai adalah mengadakan sebanyak mungkin kegiatan media, baik berupa diskusi media, FGD, konferensi pers, webinar, seminar, diskusi publik, hingga menerbitkan siaran pers.

Dampak dari penggunaan sejumlah taktik intervensi ini, menurut Bigwanto, cukup mempengaruhi rumusan UU Kesehatan yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

 Baca Juga: PP Muhammadiyah Tegaskan Tarik Panduan Rekomendasi Buku Sastra yang Menyimpang

Misalnya, persoalan perlindungan anak dan dampak kesehatan produk tembakau tidak menjadi prioritas, karena hampir semua kepentingan pihak industri diakomodir. Salah satu kepentingan pihak industri yang terbukti diakomodir dalam UU Kesehatan adalah tidak adanya aturan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok, yang sejatinya bisa melindungi anak dari target pemasaran industri rokok.

Bigwanto menegaskan, keberhasilan industri tembakau dalam mempengaruhi proses penyusunan RUU Kesehatan kembali dilanjutkan dalam proses penyusunan RPP Kesehatan. Bahkan terindikasi, pihak-pihak yang dilibatkan untuk menyebarkan disinformasi serta dukungan penuh terhadap kepentingan industri tembakau semakin banyak.

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah