Usai Ungkapkan Dugaan Pungli Ratusan Juta, Konflik di Perumahan Elit Pantai Mutiara Merebak

15 Desember 2022, 22:53 WIB
Warga di Pantai Mutiara, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, mengeluhkan dugaan praktik pungutan liar dan menemukan kejanggalan terkait pengelolaan fasilitas umum dan fasilitas sosial di perumahan elit tersebut. /Edi Prasetyo/ARAHKATA

ARAHKATA - Warga di Pantai Mutiara, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, mengeluhkan dugaan praktik pungutan liar dan menemukan kejanggalan terkait pengelolaan fasilitas umum dan fasilitas sosial di perumahan elit tersebut.

Berdiri sejak 1996 dengan luas area sekitar 100.000 meter persegi, kawasan elit perumahan Pantai Mutiara yang menawarkan rumah mewah town house, apartemen dengan pemandangan laut, rumah tapak dan rumah tapak dengan akses laut-- ternyata masih memiliki banyak pekerjaan rumah.

Hingga saat ini, atau sudah sekitar 36 tahun sejak perumahan tersebut berdiri, developer perusahaan tersebut, yakni PT Taman Harapan Indah, anak usaha dari PT Intiland Development Tbk, tak kunjung melakukan serah terima terkait fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) kepada pemerintah daerah untuk dikelola sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Baca Juga: KPK Raup Rp1 Miliar Dari Lelang Hasil Rampasan Pada Hakordia 2022

Adalah Santoso Halim, Kepala RW 016 pilihan warga yang vokal mengungkapkan kepada media bahwa fasum dan fasos di perumahan elit Pantai Mutiara kerap dijadikan bisnis oleh berbagai pihak, termasuk oleh pengembang dan anak usaha dari PT Jakarta Propertindo, perseroan daerah milik Pemda DKI.

“Kita menemukan indikasi tindak pidana pungutan liar. Yang kita tahu, balai warga ini, kantor RW ini dipungut bayaran,” kata Santoso kepada wartawan dalam sebuah acara jumpa pers Rabu, 14 Desember 2022.

“Seperti yang kita ketahui, di dalam fasum dan fasos ini, ada yang namanya menara BTS. Menara ini diperjual belikan. Suatu waktu pak Yoseph sebagai RT di sini menemukan ada orang yang mau masuk ke sana,” jelas Santoso, ketika masih menjabat Ketua RW 016 yang menaungi 16 RT di Pantai Mutiara tersebut.

Baca Juga: Outlet Royal Garden Spa Cibubur Siap Berikan Layanan Spa Terbaik

Yang mengejutkan, ketika Santoso menjelaskan keluhan terkait dugaan pungli dan kejanggalan pengelolaan sebuah BTS di sekitar kantor RW 016 pada Rabu malam, beredar surat pemberhentian dirinya sebagai Ketua RW, yang ditandatangani oleh Lurah Kelurahan Pluit Sumarno dan disahkan oleh Camat Kecamatan Penjaringan Dapika Romadi.

Kejanggalan pengelolaan fasum

Santoso sempat menjelaskan serangkaian kejadian yang menurut pihaknya janggal. Hal tersebut juga diungkapkan tertulis yang ditujukan kepada Sumarno, Lurah Kelurahan Pluit, dalam suratnya tertanggal 6 Desember 2022.

Dimulai pada 14 September 2022, pihaknya menerima tamu dari pihak luar yang tidak dikenal yang mengatasnamakan PT CMI atau PT GPA, yang meminta pihaknya membuka pagar areal menara BTS yang berada di sekitar area fasum kantor RW 016 Pantai Mutiara.

Baca Juga: Satpol PP Dorong Warga Laporkan Jika Terjadi Kekerasan Anak

Ada pun menurut SOP pengamanan security Pantai Mutiara, semua tamu wajib lapor dan menunjukkan identitas dan kelengkapan lainnya. Singkat cerita, karena tamu bernama Sigit yang mengaku dari perusahaan tower tersebut tidak dapat menunjukkan dokumen kepemilikan yang jelas dan lengkap, maka yang bersangkutan tidak diperkenankan memasuki wilayah menara BTS oleh anggota keamanan RW016.

Pada 22 September 2022, ada perwakilan dari PT Epid Menara Aset Co, menemui Ketua RT011 yakni Joseph dan staff di kantor RW 016 dengan tujuan untuk memasuki menara BTS di Blok Z di Pantai Mutiara, tepat di depan kantor RW 016 dengan alasan untuk melakukan perawatan dan maintenance terhadap fasilitas tersebut.

Namun, oleh Joseph, mempertimbangkan faktor keamanan dan sebagai pengurus warga setempat, pihaknya meminta PT Epid menunjukkan bukti/legal standing bahwa perusahaan mereka berhak mengelola lahan di area BTS tersebut.

Baca Juga: AJI dan LBH Pers Mendesak Pemerintah Hentikan Cara Kotor Menyusupkan Intel ke Institusi Pers

Joseph, yang juga merupakan pihak berwenang di daerah BTS tersebut merasa heran, mengapa dokumen legalitas yang diminta justru akhirnya dikirimkan oleh pihak kelurahan dan bukan oleh pihak yang bersangkutan tersebut, yakni PT Epid. Merasa curiga, akhirnya pihaknya mulai menelusuri berbagai dokumen yang dikirimkan oleh mereka.

Singkat cerita, menurut Ketua RT 011 tersebut, pihaknya menilai dokumen yang diberikan perusahaan swasta tersebut tidak sesuai fakta di lapangan.

Dalam sebuah dokumen perjanjian kontrak sewa menyewa dengan Jakarta Utilitas Propertindo yang diterima oleh pengurus RW 016, menyebutan lokasi dalam perjanjian tersebut terletak di blok A, sedangkan fakta posisi tower ini ada di Blok Z.

Baca Juga: Ketika Korban Gempa Cianjur dapat Bantuan Mesin USG

“Itu posisinya sangat jauh, Kami heran dengan hal tersebut,” kata Joseph.

Yang membuat dirinya makin heran adalah PT Epid dan tim dari PT Jakarta Utilitas Propertindo (JUP), pada 4 Oktober 2022, kembali datang dan justru mengancam pihaknya, kalau tidak diberikan akses kepada PT CMI atau PT Epid, maka penyerahan lahan fasum di Pantai Mutiara ke BPAD (Badan Pengelola Aset Daerah) tidak akan terlaksana dan lahan akan tetap milik Jakpro.

Karena tak kunjung diberi akses, ada suatu kejadian di mana pihak PT Epid datang bersama Sekretaris Camat, dan Satpol PP dan membuka pagar di area tower.

“Kami tidak ada kepentingan apa-apa terkait tower tersebut. Namun, mengapa pihak jakpro bisa menyewakan lahan yang bukan aset mereka?,” kata Joseph.

Kantor RW dipungut sewa

Terkait hal tersebut, pihak RW 016 juga mengungkapkan bahwa mereka juga dipungut sewa oleh anak usaha PT Jakarta Propertindo. Kami memiliki bukti transfer pungutan liar dengan nilai ratusan juta rupiah.

“Oleh karena lahan jalur pinggir Timur Pantai Mutiara merupakan lahan fasum dan fasos yang merupakan Hak Warga Pantai Mutiara, pada tanggal 17 Juli 2022, kami menyampaikan aspirasi mengenai pungutan liar ini kepada wakil rakyat, Anggota DPRD Bapak Gani Suwondo Lie dan Anggota DPR Bapak Darmadi Durianto,” kata Santoso.

Ia menjelaskan kepada kedua wakil rakyat ini bahwa praktik tersebut ternyata sudah berjalan selama bertahun-tahun, termasuk pada periode Kepala RW sebelumnya, yakni almarhum Boenawan Yunarko.

“Pungutan Liar ini adalah salah satu tindakan melawan hukum, termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diberantas. Pungutan Liar ini melanggar UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2002 Jo Pasal 368 KUHP Jo PP No. 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas sapu bersih pungutan liar,” kata Santoso dalam penjelasan tertulisnya kepada Lurah Sumarno.

Santoso menjelaskan, ia terpaksa mengirimkan surat tertulis kepada Lurah Sumarno karena nomor WhatsAppnya sudah diblokir oleh Bapak Lurah Pluit. Ia juga menjelaskan bahwa dirinya sudah berupaya berkali-kali menghubungi Bapak Lurah Pluit Sumarno melalui WhatsApp call dan WhatsApp.
Karena itu Santoso menduga ada keterlibatan Camat dan Lurah dalam praktek Pungli. “Kenapa tidak ada respon terkait masalah pungli yang nilainya ratusan juta ini, malah HP saya diblokir,” pungkas Santoso dengan ekspresi kesal.

“Kepada Bapak Lurah dan Bapak Camat yang kami hormati, kami pengurus RW016 selalu menjalankan tugas kami sesuai peraturan Pergub No. 22 Tahun 2022 Pasal 16. Kami akan selalu membantu dan mendukung tugas dan fungsi lurah dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan, kesejahteraan dan mesyarakatan,” kata Santoso.

“Namun kami juga tidak bisa melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dengan membairkan tindak kejahatan pungli di wilayah RW016 Pantai Mutiara, sesuai dengan Pasal 19 ayat C Pergub 22 Tahun 2022,” tambahnya.***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler