UAS Ingatkan Posisi 'Habib' dalam Islam

14 November 2020, 08:29 WIB
Ustad Abdul Somad saat memberikan tausyiah di Pondok Pesantren Agrokultural Megamendung Bogor (YouTube) /Arahkata.com

ARAHKATA - Bogor arah puncak tak seperti biasa pada suasananya. Sejak memasuki jalan raya puncak, Jumat, (13/11) lautan manusia telah memenuhi jalan yang biasanya mengalami kemacetan kendaraan saat libur-libur panjang.

Tumpahnya masyarakat yang rata-rata mengenakan pakaian putih ini, berbaris di jalan menunggu kedatangan Habib Rizieq Shihab (HRS), Imam Besar Front Pembela Islam.

Kedatangan HRS ke Bogor untuk bersafari pasca kedatanganngannya kembali ke tanah air, salah satunya menghadiri acara maulid di Pondok Pesantren Agrokultural Megamendung Bogor.

Baca Juga: Demokrat Tegaskan Masih Berjuang Sendiri Belum Gabung Koalisi

Dalam jadwal acara, tanpa diduga Ustadz Abdul Somad (UAS), diberikan kesempatan oleh panitia untuk memberikan tausyiahnya, di hadapan HRS dan seluruh jemaah yang hadir.

Di depan mimbar alakadarnya, UAS menyampaikan bagaimana posisi seorang habib dalam hukum islam.

UAS mengingatkan, beliau (HRS) hanya mengajak anak muda pencandu narkoba untuk tobat di jalan Allah.

Baca Juga: Senam Sehat Dan Donor Darah Semarakkan HUT Partai Demokrat Ke-21

Dia hanya mengajak anak muda yang semangat berjina untuk takut kepada Allah.

"Dia tinggal di negara demokrasi, di mana siapapun berhak untuk mengajak kebenaran. Dia tidak melawan ulil amri, dia hanya melawan ketidakadilan," ungkap UAS seperti di lansir dari Timesline.akuratnews.com, Jumat, 13 November 2020.

UAS juga menyampaikan bagaimana ada yang mengatakan tidak akan ada yang menyambut kedatangannya.

Baca Juga: Tanggapi Eksepsi, Jaksa Bela Menko Polhukam yang Disudutkan HRS

"Sudah tiga hari (kedatangan HRS ke tanah air -red), saya pikir tidak akan ada orang lagi yang akan datang dan saya bisa duduk berdua dengan beliau" jelas UAS.

"Saya datang bukan untuk ceramah, ternyata yang datang sebanyak ini. Anak muda, orang tua, rela berjalan kaki. Apa yang membuat mereka datang ? Selain cinta kepada Dzuriat Rasul," ungkapnya.

"Andai engkau orang alim, hafal kitab, tapi ada kebencian kepada ahlul bait Rasulullah, tidak akan ada keberkahan dalam ilmu itu. Andai engkau punya derajat dan diangkat menjadi seorang wali, maka jatuh derajatmu apabila ada kebencianmu terhadap ahlul bait," sambungnya sambil berlinang air mata.

Baca Juga: Tanggapi Eksepsi HRS, Jaksa Singgung Hadist Soal Keturunan Nabi yang Dihukum

UAS juga mengutip perkataan Alm. KH. Maimun Zubair. Bagaimana ahlul bait diibaratkan seperti Al Quran yang lapuk.

"Andai ada ahlul bait yang nakal, ia tetap seperti quran yang lapuk. Kau tetap akan menjaga quran tersebut, karena Allah yang mensucikan," ujar UAS sambil mengutip ayat quran surah Al Waqiah ayat 79.

UAS menjelaskan, siapa yang mencintai Sayyidina Hasan dan Husein (cucu Rasulullah) dan keturunannya, maka dengan cintanya menjadi bekal menghadap Rasulullah SAW.

Baca Juga: Diadang Masuk, Pengacara HRS: Ini Bukan Kontestasi Indonesian Idol!

"Andai aku dihadapkan oleh Allah, Tahajudku tak sebanyak Imam Ahmad bin Hambal, yang melakukan 300 rakaat dalam sehari semalam. Andaikata aku dihadapkan oleh Rasulullah SAW, maka jihadku tak seperti Sayidina Khalid bin Walid, yang setiap darah dan kulitnya dipenuhi tebasan pedang dan anak panah. Apa bekalmu Abdul Somad ? Amalku sudah habis, mungkin karena ria. Tetapi bekalku menghadap Rasulullah SAW, bahwa aku pernah mencintai keturunan-Mu wahai Rasulullah," ucapnya.

Ingatkan Kepada Ahli Maksiat dan Pemimpin

UAS mengatakan, para pelaku zina, peminum khamer yang belum bertaubat, kalau belum sanggup berbuat baik, kalau belum mampu beramal shaleh, paling tidak jangan kau caci dzuriah Rasulullah.

"Bagaimana kalian menghadap Rasulullah SAW, di mana saat itu seluruh umat meminta syafaatnya. Wahai pemimpin yang hari ini dititipkan amanah. Beberapa hari ini bisa kita lihat apa yang dilakukan orang pada Donald Trump. Sehebat apa trump. Negara adidaya, memiliki kekuasaan, kaya raya, tetapi ketika kekuasaan itu diambil, kita pun malu melihat video-video ejekan-ejekannya. Kalau kau memiliki kekuasaan saudaraku, pada masanya kau juga kan mengalami seperti yang dialami Trump," paparnya.

Silsilah Bani Alawiyin (Habib)

Sejarah Munculnya Nama Habib

Kepadamu (umat-red) Ku titipkan Al Quran dan Keturunanku….
(Al-Haditsh Rasullah s.a.w. Dirawikan oleh Imam Ahmad Ibn Hambal)

Sejarah kehadiran habaib (para habib-habib) di Indonesia lamanya mungkin sama dengan perjalanan masuknya Islam di Indonesia. Dan sudah barang tentu, Islam hadir dalam syiarnya pun masuk hingga ke relung-relung kekuasaan yaitu kerajaan yang di Nusantara ini.

Tidak terkecuali model dakwah dan syiar Islam pada saat masa-masa kerajaan di Indonesia. Metode dakwah Islam dan ajaran yang mereka bawa dikemas dengan sedemikian harmonis dengan budaya di masyarakat lokal sehingga dalam waktu yang relatif singkat.

Para tokoh di kalangan ini mendapat tempat di hati elit dan akar rumput pada bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Karena pendekatan persuasif dan damai, kerajaan-kerajaan lokal dengan leluasa dan sukarela membuka diri terhadap agama Islam yang relatif baru sehingga peluang dakwah semakin luas. Begitu prolog yang disampaikan Abdillah Toha dalam Peran Dakwah Damai Habaib/’Alawiyin di Nusantara.

Tidak sedikit dari kaum ‘Alawiyin awal yang datang ke Indonesia masuk ke dalam keluarga berbagai kerajaan lokal melalui perkawinan, kemudian tidak sedikit pula tampuk kepemimpinan kesultanan di Asia Tenggara sampai saat ini berada dalam jalur keturunan tokoh-tokoh ini, antara lain, kesultanan di Pontianak dan tempat-tempat lain. Tidak hanya itu, yang lebih mencengangkan bukanlah betapa cepatnya Islam menyebar di Nusantara pada khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya, melainkan fakta bahwa Islam menyebar dengan cepat dan dengan cara damai.

Sebutan habib atau sayyid, konon berasal dari “kasta sosial” kaum Arab Hadrami masa lampau, namun tetap penting ditinjau sehubungan sejarah mereka di Indonesia. Kasta tertinggi diduduki para sayyid dan habib, dengan status silsilah mereka yang terhubung dengan Nabi Muhammad. Mengikuti mereka golongan para ulama yang secara nasab tidak bersambung dengan Rasulullah – para masyayikh atau Syekh, kemudian sisanya adalah dari kalangan saudagar atau orang biasa.

Sebagaimana dicatat Ismail Fajrie Alatas, para sayyid dan habib ini memiliki peran sosial yang penting, karena sebagaimana terjadi di Hadramaut, merekalah role model dalam persoalan keagamaan – kebanyakan malah dikenal sebagai waliyullah. Hingga migrasi mereka ke Indonesia, peranan ini tetap langgeng.

Sesampainya di Indonesia melalui arus migrasi besar-besaran pada kurun abad ke-18 dan 19, melalui ekses perdagangan maupun tujuan dakwah, para habib berinteraksi dengan masyarakat, tokoh agama dan penguasa setempat. Mereka memperkuat pengaruh mereka dalam dakwah Islam – mungkin juga sedikit banyak dalam kancah politik.

Kalangan habib ini ada yang dekat dengan penguasa setempat sehingga memiliki jabatan tinggi, seperti digambarkan pada kasus Habib Utsman bin Yahya di Batavia. Tak sedikit juga yang fokus pada pendidikan agama, seperti contoh mendirikan institusi pendidikan Jam’iat Kheir yang sampai sekarang masih aktif di Jakarta. Tak terhitung pula pesantren dan majelis taklim di seantero Indonesia sebagai wujud aktivitas dakwah mereka. Melalui kontribusi, pengayoman dan pengaruh itu, kalangan Arab Hadramaut – khususnya habaib dapat eksis dan mendapat tempat di hati masyarakat.

Hanya saja peranan para habib ini bukannya tanpa kritik. Otoritas keagamaan mereka, dikritik kalangan muslim yang terpapar gagasan modernitas. Posisi kaum habaib disorot karena dalam beberapa wacana, mereka dipandang masih terlalu kaku dan kurang memiliki semangat pembaruan.

Pendataan perdana keturunan Alawiyin berlangsung pada 1932. Kini diperkirakan jumlah keturuan Hadramaut antara 500 ribu – 1,5 juta di Indonesia. Jumlah ini, berdasarkan pendataan tahun 1932-1940, termasuk 68 marga atau kabilah (kaum dari satu ayah) yang ada di Indonesia. Sementara ada 239 marga di Indonesia yang tidak termasuk keturunan Alawiyin. Artinya, jumlah marga keturunan Nabi lebih kecil dibanding marga Arab lain.

Untuk mengetahui seseorang keturunan Alawiyin, kita harus mendatangi Rabithah. Setiap orang berhak memohon kartu identitas atau buku silsilah nasab Alawiyin setelah diuji kebenarannya. Metodenya, ia harus bisa menyebutkan tiga fam atau marga di atasnya, mengisi formulir, dan membawa saksi. Jika terbukti validitasnya maka Rabithah akan mengeluarkan buku tersebut. 

“Kalau sudah dirunut (silsilah keluarga di atasnya) sampai tiga, itu biasanya yang keempat ketemu. Tetapi kalau tidak ketemu, kami tidak bisa bilang apa-apa, karena data kita terbatas," kata Habib Zein. "Kadang ada orang meminta pengajuan nasab, kita tidak bisa kasih karena silsilahnya terputus dan tidak ketemu," dikutip dari tirto.id.

Pihaknya mengklaim tak berani membuat seseorang menjadi sayid (keturunan Rasulullah) atau menolak mengeluarkan buku nasab dari orang yang bukan sayid. Dalam beberapa kasus, Rabithah Alawiyah langsung mengeluarkan surat kepada kantor cabang di daerah bila kedapatan ada orang yang mengaku sayid, terlebih habib.

Editor: Mohammad Irawan

Tags

Terkini

Terpopuler