Selama periode peralihan musim, ada beberapa fenomena cuaca ekstrem yang harus diwaspadai, yaitu hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang seperti puting beliung, waterspout, hingga hujan es.
Fenomena hujan es merupakan fenomena yang umum terjadi selama periode peralihan musim, hal tesebut dipicu oleh pola konvektifitas massa udara dalam skala lokal-regional yang lebih signifikan selama periode peralihan musim.
Baca Juga: UPDATE Covid-19 11 Maret 2021, Kasus Aktif Menurun Drastis
Hujan es umumnya dapat terjadi dari sistem awan Cumulonimbus (Cb) yang menjulang tinggi dengan kondisi labilitas udara yang signifikan sehingga dapat membentuk kristal es di awan dengan ukuran yang cukup besar.
Fenomena downdraft (aliran massa udara turun dalam sistem awan) yang terjadi di sistem awan Cb terutama pada saat fase matang dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar
Dalam sistem awan Cb tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan menjadi fenomena hujan es.
Kecepatan downdraft dari awan Cb tersebut cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara, dan bahkan sampai jatuh ke permukaan bumi masih dalam bentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es.
Baca Juga: Kasus Unlawful Killing Naik ke Penyidikan, 3 Polisi Dibebastugaskan
Dalam sepekan kedepan, dinamika atmosfer yang diidentifikasi masih dapat berkontribusi cukup signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Adalah teramatinya sirkulasi siklonik di Samudera Pasifik Timur Filipina dan di Samudera Hindia sebelah selatan Bali-Nusa Tenggara yang dapat mengakibatkan terbentuknya pola konvergensi dan belokan angin sehingga dapat meningkatkan pembentukan awan hujan di sebagian wilayah Indonesia.