BPOM Harus Bertanggung Jawab Peredaran Obat Pemicu Kasus Gangguan Ginjal Akut

- 4 November 2022, 15:17 WIB
Kepala BPOM, Penny K. Lukito
Kepala BPOM, Penny K. Lukito /Instagram @lukito

 

 

ARAHKATA - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tak bisa mengelak dari tanggung jawab pengawasan, termasuk bahan cemaran. Tanggung jawab ini diatur dalam Farmakope Indonesia.

“Farmakope itu seperti kitab sucinya farmasi, merupakan monografi yang berisi semua persyaratan bahan obat, termasuk kemurnian, cemaran seperti etilen glikol/dietilen glikol (EG/DEG). Itu dimuat di halaman 1100-an Farmakope, bahwa cemaran ED/DEG tidak boleh melebihi 0,1% per ml kosolven atau 0,1 mg/ml kosolven atau bahan pelarut. Jadi, tidak bisa ketua BPOM mengelak ini bukan wewenangnya untuk mengawasi,” kata ahli farmasi dan konsultan Julian Afferino, dikutip ArahKata.com Kamis, 3 November 2022.

Elakan atau lempar tanggung jawab Ketua BPOM ini membuat anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade mendesak agar Penny Lukito dipecat dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) jika terbukti bersalah dalam kasus gangguan ginjal akut. Data Kemenkes per 31 Oktober, dari 304 kasus keracunan, ada 196 anak meninggal atau 52%.

Baca Juga: Pengamanan KTT G20, Polri Gunakan Face Recognition

"BPOM ini salah, kita rekomendasi sama Presiden Jokowi, ganti itu Kepala BPOM. Ini sudah 170-an orang meninggal. Enggak ada
otaknya Pak, pejabat Republik Indonesia tidak tanggung jawab soal itu," kata Andre sambil pukul meja, Kamis, 3 November 2022.

Sebelumnya, pada 23 Oktober 2022, Ketua BPOM Penny Lukito mengelak bahwa tidak memiliki wewenang atas pengawasan bahan cemaran.

“Selama ini memang pengawasan kadar pencemar pada produk jadi, tidak menjadi ketentuan standar kopedia atau standar pembuatan obat. Standar pembuatan obat tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi terhadap pencemar-pencemar tersebut,” elak Penny.

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x