Kemenko Perekonomian Turun Tangan Polemik Pelabelan BPA

- 3 Juni 2022, 22:08 WIB
Ilustrasi botol plastik. Pelabelan BPA Free di kemasan galon guna ulang masih silang pendapat di YLKI, ini penjelasannya.
Ilustrasi botol plastik. Pelabelan BPA Free di kemasan galon guna ulang masih silang pendapat di YLKI, ini penjelasannya. /Pixabay/Conger Design/

ARAHKATA - Polemik pelabelan BPA pada air minum kemasan masih terus disoroti sejumlah pihak. Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan juga pakar ekonomi memberikan suaranya terkait hal tersebut.

Revisi peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ditengarai adanya potensi persaingan tidak sehat.

Melihat perbedaan pendapat akan urgensi penerbitan pelabelan “berpotensi mengandung BPA” pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia turut angkat bicara.

Baca Juga: Stakeholders Ingatkan BPOM Potensi Timbulnya Masalah Baru Akibat Wacana Pelabelan BPA

Kemenko Perekonomian meminta agar penerbitan revisi Peraturan BPOM nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan perlu dikaji ulang dan dibahas lebih mendalam dengan semua pihak.

“Kebijakan Sektoral dan Diskriminatif, Ancaman bagi Persaingan Usaha yang Fair," ungkap Evita Mantovani, S.E., M.Si., Asdep Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Bidang Perekonomian, kepada Arahkata, Jumat 3 Juni 2022.

Ia mengingatkan, ada tiga solusi alternatif yang diputuskan dalam FGD yang dilaksanakan Januari 2022 lalu terkait pengaturan label “berpotensi mengandung BPA” pada galon guna ulang ini.

Baca Juga: Mencegah Obat Keras, BPOM Luncurkan Program ZPRO

Pertama, agar disusun sebuah pedoman teknis penggunaan kemasan mengandung BPA yang benar dan meningkatkan edukasinya ke masyarakat.

“Artinya, perbaiki saja SOP teknisnya seperti bagaimana cara mengangkut, menyimpan agar jangan sampai terpapar panas matahari, berapa lama waktu penyimpanan. Jadi, yang lebih ditingkatkan itu pedoman teknis dan literasi edukasi ke masyarakatnya,” katanya.

Kedua, adalah parameter BPA itu dimasukkan saja dalam syarat mutu SNI AMDK yang berlaku wajib.

Menurut Evita, langkah tersebut masih dalam tahap diskusi.

Baca Juga: KLHK Minta Kebijakan BPOM Soal Kemasan Produk Pangan Perhatikan Dampak Lingkungan

"Kalau sekarang ini kan mengenai kewenangan, BPOM itu terkait dengan pangan dan SNI itu letaknya di Kementerian Perindustrian. Tapi, bukan hal yang tidak mungkin untuk bisa disatukan atau disinergikan nantinya,” ujarnya.

Kemudian yang ketiga, semua AMDK yang berbahan polikarbonat maupun non polikarbonat yang memenuhi ketentuan migrasi BPA dan limit of detection dapat memasang label yang AMDK tersebut aman dikonsumsi.

“Artinya, kalau mau, ya dua-duanya (bahan polikarbonat dan non polikarbonat) dilabelkan dengan sebuah pelabelan yang tidak menggiring menjadi tekanan psikologis dari konsumen, tapi memang keduanya ini memang membangun posisi aman yang dikonsumsi,” ucap Evita.

Baca Juga: KPPU Selidiki Revisi Peraturan BPOM tentang Pelabelan BPA

Dia mengatakan, Kemenko Bidang Perekonomian itu mendudukkan segala masalah lintas kementerian/lembaga maupun yang berhubungan dengan masyarakat banyak, yang mana pada titik itu terdapat sebuah isu permasalahan seperti wacana pelabelan BPA pada galon guna ulang ini.

Evita menjelaskan, Kemenko Perekonomian sesuai tugas dan fungsinya itu harus hadir secara objektif terkait kebijakan apa yang perlu diterbitkan atau diputuskan.

Sehingga pada implementasinya itu bisa berjalan secara efektif, efisien, juga tetap bisa mendukung kondisi ekonomi di dalam negeri.

Baca Juga: Ekonom Desak KPPU Minta BPOM Batalkan Wacana Pelabelan BPA

“Jadi, yang melatarbelakangi dilakukan FGD pada 27 Januari 2022 lalu adalah adanya surat pada bapak Menteri Perekonomian kita di tanggal 9 November 2021, terkait adanya surat dari Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan atau Aspadin yang menyampaikan keberatan pada pengaturan pelabelan bisphenol A (BPA) untuk AMDK galon guna ulang berbahan PC,” tuturnya.

Seperti diketahui, Sekteratriat Kabinet telah mengembalikan revisi Peraturan BPOM nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang diajukan BPOM untuk diperbaiki karena dinilai bersifat diskriminatif terhadap satu produk tertentu saja.***

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x