KPK Dukung RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas 2021

16 Februari 2021, 22:18 WIB
Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri. /ANTARA/HO-Humas KPK.

ARAHKATA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly untuk memasukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

"KPK tentu menyambut baik usulan agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana untuk segera menjadi RUU Prioritas Tahun 2021 di DPR RI," ujar Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 16 Februari 2021.

Ali meyakini, pengesahan RUU Perampasan Aset dapat menambah kekuatan hukum perampasan aset pelaku tindak pidana. Mengingat, salah satu aturan yang diakomodasi dalam RUU ini adalah memungkinkan KPK dan lembaga penegak hukum lain untuk merampas aset-aset para koruptor tanpa perlu menunggu penetapan hakim.

Baca Juga: Mau Ganti Foto di KTP? Bisa Banget, Simak Caranya!

"Dengan menjadi Undang-undang, maka akan memberikan efek dan manfaat positif bagi dilakukannya asset recovery dari hasil tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU)," ujar Ali.

Dengan begitu, RUU Perampasan Aset dapat mempercepat pengembalian kerugian negara yang hilang akibat suatu tindak pidana. Selanjutnya, uang pengembalian keuangan negara tersebut dapat digunakan untuk kemakmuran rakyat.

"Perampasan aset dari para pelaku berbagai tindak pidana korupsi dan TPPU dapat memberikan pemasukan bagi kas negara yang bisa dipergunakan untuk pembangunan dan kemakmuran rakyat," kata Ali.

Baca Juga: PT Pos Indonesia Optimis Penyaluran BST Kondusif

Ali menambahkan, bagi KPK, penegakan hukum tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada penerapan sanksi pidana berupa pidana penjara saja.

Lebih dari itu, penegakan hukum tindak pidana korupsi akan lebih memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi, jika aset dan harta benda yang diperoleh dengan cara haram dirampas untuk kepentingan negara.

Dilansir Arahkata.com dari Antara, RUU Perampasan Aset memuat tiga substansi utama. Rinciannya, unexplained wealth sebagai salah satu aset yang dapat dirampas untuk negara, hukum acara perampasan aset, dan pengelolaan aset.

Unexplained wealth merupakan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan aset tindak pidana.

Baca Juga: Demokrat: SBY tak Pernah Minta Uang Rp9 Miliar

Selanjutnya, hukum acara perampasan aset diatur khusus dikarenakan hukum acara perampasan di dalam RUU menekankan pada konsep negara versus aset (in rem), dan hal ini berbeda dengan hukum acara pidana yang menekankan konsep negara versus pelaku kejahatan (in personam).

Konsep in rem juga mengatur mengenai pelindungan bagi pihak ketiga yang beritikad baik dan memiliki keterkaitan dengan aset yang diajukan permohonan perampasan aset.

Baca Juga: Resmikan 5 Gedung Baru, WH Optimis Kinerja OPD Meningkat

Selain itu, RUU Perampasan Aset juga mengatur mengenai pengelolaan aset yang terdiri dari sembilan jenis kegiatan, yaitu penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengembalian aset.

Sebagai informasi, status RUU Perampasan Aset ini masih di Kementerian Hukum dan HAM selaku pemrakarsa. Penyusunan RUU Perampasan Aset sebelumnya diinisiasi pertama oleh PPATK sejak 2003 dengan mengadopsi ketentuan The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan konsep Non-Conviction Based Forfeiture negara-negara common law. ***(Restu Fadilah)

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler