Djoko Tjandra Mengaku Korban Jaksa Pinangki Dari Pengadilan Sesat

15 Maret 2021, 16:51 WIB
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra saat menjalani sidang Pledoi dalam perkara dugaan suap. /ANTARA FOTO/Reno Esnir

ARAHKATA - Terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra mengaku menjadi korban Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam peradilan sesat.

Posisi Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebelumnya diketahui menjabat sebagai Kepala sub (Kasub) Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung kejagung.

Jaksa Pinangki diketahui adalah orang yang memegang peranan penting untuk meminta Peninjauaan Kembali ke Mahkamah Agung (MA) untuk kasus Djoko Tjandra. Padahal di pengadilan tingkat pertama, Djoko Tjandra tidak pernah menjalani proses pengadilan ataupun proses menjalani hukuman.

Baca Juga: Kasus DP Nol Rupiah, KPK Buka Kemungkinan Panggil Anies Baswedan

Pernyataan Djoko Tjandra tersebut dituangkan dalam nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin, 15 Maret 2021.

Salah satu hasil rujukan nota keberatan atau pledoi dalam persidangan Djoko Tjandra adalah putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung RI Nomor 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 dalam perkara dirinya di perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali terhadap perusahaan PT Era Giant Prima (EGP) di Januari 1999 silam.

" Pesan PK Mahkamah Agung RI Nomor 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 yang diawali oleh pengajuan permohonan PK oleh penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan jelas dan Terang merupakan pelanggaran KUHAP tentang PK yang berakibat terjadi miscarriage of justice (peradilan sesat), korban ketidakadilan dan korban pelanggaran hak asasi manusia," kata Djoko Tjandra di Pengadilan.

Baca Juga: Bank Garansi, Modus Edhy Prabowo Kelabui KPK

Menurut Djoko Tjandra dirinya tidak berniat untuk mengamankan kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali. Namun, atas iming-iming yang dilancarkan oleh Jaksa Pinangki, ia pun luluh karena ada jaminan pembebasan sanksi dalam pengadilannya.

Dalam proses pengadilan tingkat pertama Djoko Tjandra menuturkan bahwa ia diwajibkan untuk menjalani hukuman 2 tahun penjara, namun ia berhasil kabur dari dalam sel.

Bos Mulia Group itu juga mengatakan terpaksa harus kembali ke Indonesia setelah bertahun-tahun kabur ke sejumlah negara. Mulai dari Malaysia, Singapura, China, dan Papua Nugini demi mengurus sejumlah aset perusahaan yang tumbuh subur di Indonesia.

KpkBaca Juga: Mantan Pimpinan KPK Jadi Pengacara Demokrat Kubu AHY, Ini Alasan BW!

Dalam pledoi Jokowi menyebutkan bahwa ia juga ditipu oleh seseorang bernama Rahmat yang diketahui adalah tangan kanan dari Pinangki.

" Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia yang saya cintai ini telah pula dimanfaatkan orang lain untuk menipu saya, harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia telah mengantar saya pula ke kursi terdakwa ini. Sehingga menjadi korban dari harapan dan kerinduan itu sendiri karena termakan janji-janji iming-iming yang ternyata tidak lebih dari suatu penipuan belakang oleh kedua belah pihak yaitu Pinangki Sirna Malasari dan Rahmat," ujar Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra juga menyebut adanya aturan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.04/BUA.6/HS/III/2014 tanggal 28 maret 2014 yang butir ketiga menyebutkan Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. BAP yang berhak mengajukan PK sudah jelas diatur dalam KUHAP pasal 263 ayat 1 untuk itu tidak dapat ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai dengan asas KUHAP bahwa hak-hak asasi terdakwa/terpidana lebih diutamakan.

Baca Juga: Nurhadi Divonis 6 Tahun, KPK Ajukan Banding

" Saya sendiri sudah melakukan upaya hukum PK atas putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor:12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 tetapi tetap saja ditolak," ucap Djoko Tjandra.

Djoko menilai bahwa tuntutan 4 tahun penjara , denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU)  terlalu berat. Apalagi menyebut bahwa dirinya sebagai pihak terkait permufakatan jahat. Padahal dirinya merupakan korban.

" Saya memohon kepada yang mulia majelis hakim yang mengadili perkara ini agar berkenan membebaskan saya terdakwa Djoko Sugiarto Tjandra dari semua dakwaan dan tuntutan penuntut umum. Namun apabila majelis hakim yang terhormat berpendapat lain mohon kiranya majelis hakim memberikan putusan yang seringan-ringannya," tutur Djoko Tjandra.

KBaca Juga: KPK Tetapkan 109 Orang Tersangka Korupsi dalam Setahun

Seperti diketahui sebelumnya pada sidang tuntutan sebelumnya, Jaksa penuntut umum menuntut hukuman Djoko Tjandra selama 4 tahun penjara dan denda Rp 100juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa penuntut Umum juga meminta kepada Hakim Majelis untuk menolak permintaan Justice Collaborator dengan tujuan meringankan sanksi pidana yang diterimanya.

JPU menilai bahwa Djoko Tjandra turut andil dalam upaya pencideraan hukum dengan menyuap penyelenggara negara sekaligus melakukan permufakatan jahat dengan memberikan suap senilai 500 ribu USD kepada Jaksa Pinangki, termasuk juga pemberian uang senilai 100 ribu US$ kepada Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Prasetijo Utomo dan eks Kadivhubinter Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 370 ribu US$ dan 200 ribu SGD dari seseorang pengusaha Tommy Sumardi.

Atas perbuatan terdakwa Djoko Tjandra dituntut melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junto pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Selain itu melanggar pasal 15 contoh pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999.***

Editor: Ahmad Ahyar

Tags

Terkini

Terpopuler