Mantan Kabid Bongkar Mafia Impor di Bandara Soetta

- 30 April 2022, 00:13 WIB
Sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu, 22 April 2022 makin menguak berbagai kejanggalan.
Sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu, 22 April 2022 makin menguak berbagai kejanggalan. /Patar/ARAHKATA

ARAHKATA - Sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu, 27 April 2022 makin menguak berbagai kejanggalan diantaranya, pengakuan terdakwa Qurnia Ahmad Bukhari yang menyoroti kelakuan mantan atasannya Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.

QAB, di persidangan tersebut mempertanyakan mengapa FM bahagia karena habis berhasil melakukan penjebakan ke anak buahnya sendiri bersama tim Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan dengan melakukan selfie bareng auditor Kemkeu Valentinus Rudi Hartono dan timnya.

FM dikritik QAB akibat ia tertawa gembira pada pukul 03.00 dini hari setelah selesai memeriksa bawahannya Vincentius Istiko Murtiadji (VIM), Kepala Seksi Fasilitas Pabean dan Cukai II pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai I, KPU Bea Cukai Tipe C Bandara Soekarno Hatta dikantor Bea Cukai Soetta.

Baca Juga: KPK Amankan Sejumlah Uang Pecahan Mata Uang Asing di Kantor Pemkab Bogor

Padahal, menurut QAB, FM baru saja melakukan penjebakan dan menyalahgunakan wewenang.

“Soni, Edy Setyo dan FM merancang pengaduan pemerasan dengan menggandeng VRH (Itjen),” kata QAB.

Sony adalah Arif Agus Harsono, direktur utama Perusahaan Jasa Titip PT Sinergi Karya Kharisma, Edy Setyo adalah direktur di PT SKK, yang merupakan Mantan Inspektur II Itjen Kemenkeu dan Pensiunan Bea Cukai yang bersangkutan juga merupakan mantan atasan FM sewaktu dinas di Bea Cukai dan juga mantan atasan VRH sewaktu dinas di Inspektorat Kemenkeu.

Baca Juga: KPK Belum Temukan Bukti Keterlibatan Ganjar Pranowo Dalam Kasus KTP-el

PT SKK melapor telah memberi uang ke VIM, ditotal Rp3,44 miliar.

VRH, atau Valentinus Rudi Hartono, merupakan auditor di Kemenkeu yang melakukan penggeledahan ilegal bersama anak buah Finari Manan kepada VIM, dan berhasil menyita uang senilai 550 juta.

VIM mengaku telah 13 kali menerima uang dari PT SKK, ada yang telah diterima rutin senilai Rp 100 juta–Rp 200 juta per bulan, ada juga uang yang diminta pada momen tertentu. Ditotal, VIM mengakui telah menerima Rp 1,17 miliar dari PT SKK di tahun 2020 dan 2021.

Baca Juga: Ade dan Rachmat Yasin Bukti Sejarah Keluarga Bermuara di KPK

Dengan pemberian uang secara rutin hingga 13 kali oleh Soni kepada VIM dan HM, kemudian Soni juga sering curhat dan minta tolong kepada mereka, Soni dan PT SKK terlihat tidak terancam atau dipaksa memberi gratifikasi.

Malahan Soni mendapat manfaat dari temuan pelanggaran kepabeanan yg berpotensi merugikan penerimaan negara yang dibiarkan oleh FM.

FM merekomendasikan PJT (perusahaan jasa titipan) “yang dianggap pesaing PT SKK untuk dilakukan audit, dalam rangka menidaklanjuti keluhan PT SKK terhadap adanya persaingan bisnis PJT".

Baca Juga: Resmi Tersangka KPK, Ade Yasin Sebut Dipaksa Bertanggung jawab

Selain itu FM juga diduga melanggar prosedur penanganan pengaduan dimana ybs mengarahkan PT SKK untuk lapor ke Inspektorat Kemenkeu terlebih dahulu baru kemudian mengajak PT SKK dan VRH untuk bertemu dikantor Pusat Bea Cukai Rawamangun seolah tindakan FM tersebut dinilai oleh Pimpinan Bea Cukai secara kebetulan bertemu dengan pihak pelapor dikantor pusat Bea Cukai atas kondisi tersebut tindakan dari FM patut diduga telah melangkahi kebijakan pimpinan dikantor pusat Bea Cukai.

QAB menyindir ada rencana FM yang menskenariokan penjebakan dirinya bersama PT SKK, namun gagal karena QAB tidak menerima uang apa pun.

Ia mengatakan jika "Pemberian Uang Kepada VIM di PIK" terungkap maka kasus tersebut masuk dalam kategori gratifikasi.

Baca Juga: KPK: Ade Yasin Resmi Tersangka, Dijebloskan di Rutan Polda Metro Jaya

"Jika ini gratifikasi maka pihak pemberi suap juga harus dikenakan Tipikor, sementara Soni, Edy Setyo adalah bagian dari konspirasi FM, VRH dan PT SKK," katanya.

Penasihat hukum VIM bahkan juga menyoroti, mengapa Kepala Kantor Finari Manan tidak melapor ke pihak penegak hukum, atau bahkan KPK, setelah menyita uang kliennya, malah dana tersebut disimpan di Brankas Kantor Bea Cukai Soetta.

Padahal, berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK), setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK, dengan tata cara: Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Pihak penasihat hukum Istiko menduga FM mengorbankan menjebak anak buahnya demi ambisi yang bersangkutan untuk naik promosi menjadi Irjen.

Mereka juga mempertanyakan kepada majelis hakim terkait penerimaan uang hasil penggeledahan dari IBI, yang kemudian diserahkan kepada Kepala Kantor Bea Cukai Soetta. Menurut mereka hal tersebut menjadi "Unlawfull Evidence".

Saat ditanya di persidangan, FM selalu menjawab "tidak tahu".***

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x