Interfensi Industri Tembakau Dinilai Pemerintah Gagal Lindungi Kesehatan Rakyat Indonesia

- 29 September 2023, 23:06 WIB
Press Briefing bertajuk Refleksi Hari Demokrasi Internasional dan Peluncuran Laporan Indeks Gangguan Industri Tembakau Tahun 2023 di Indonesia, yang diadakan Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) dan Lentera Anak di Jakarta, pada Jumat, 29 September 2023
Press Briefing bertajuk Refleksi Hari Demokrasi Internasional dan Peluncuran Laporan Indeks Gangguan Industri Tembakau Tahun 2023 di Indonesia, yang diadakan Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) dan Lentera Anak di Jakarta, pada Jumat, 29 September 2023 /Wijaya Kusnaryanto/ARAHKATA

Ia menambahkan, peningkatan prevalensi perokok anak adalah bukti lemahnya pengendalian tembakau di Indonesia, karena intervensi industri tembakau dalam proses penyusunan kebijakan pengendalian tembakau selalu melemahkan regulasi tersebut.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan ”Pemerintah harus melaksanakan kewajiban konstitusional berdasarkan mandat Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yakni pemenuhan Hak atas Kesehatan. Menegasikan derajat kesehatan masyarakatnya dengan menomorsatukan kepentingan cuan atas nama investasi dan kepentingan ekonomi adalah pelanggaran konstitusi,” kata Julius.

Baca Juga: Massa Demo Kemendagri, Minta PJ Bupati Muba Apriyadi Dicopot Karena Diduga Berselingkuh 

“Kepentingan investasi dan ekonomi harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab atas pelindungan kesehatan masyarakat, makanya pemerintah harus berkomitmen untuk membuat kebijakan dan regulasi yang kuat. Pemerintah harus segera mengadopsi kode etik yang mengatur interaksi dengan industri tembakau dan kelompok-kelompok yang mewakili kepentingan mereka,” tambahnya.

Senada dengan Julius, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, menambahkan, regulasi yang kuat dan tegas sangat dibutuhkan, khususnya untuk memberikan perlindungan kepada anak dari dampak rokok dan dari target pemasaran industri rokok.

"Jika tidak ada campur tangan industri rokok dalam pembuatan kebijakan, kita optimis target penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024 tercapai, karena regulasi akan kokoh membentengi anak dari berbagai faktor yang mempengaruhinya untuk menjadi perokok pemula. Salah satunya dari paparan iklan, promosi dan sponsor rokok yang masif," tegas Jasra.

Baca Juga: BPKP Luncurkan Pelatihan dan Sertifikasi Manajemen Risiko Sektor Publik

Karena itu Jasra sangat mengharapkan semua pihak, khususnya pemerintah dan legislatif, berkomitmen untuk menolak segala bentuk campur tangan industri tembakau dalam proses pembuatan kebijakan di Indonesia.

Program Director IISD, Ahmad Fanani, menegaskan intervensi industri tembakau telah meruntuhkan prinsip rasionalitas yang menjadi prinsip dasar demokrasi.

"Daya hancur intervensi industri tembakau bukan hanya di sektor kesehatan masyarakat, tapi lebih dari itu juga merusak demokrasi," ungkap Fanani.

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x