“Ada masalah di KPK,” jawab Panji yang hadir sebagai saksi.
Jaksa kemudian bertanya kepada Panji dari mana yang bersangkutan mengetahui hal tersebut.
Baca Juga: Konsumsi Pertamax Series Naik 9% hingga Puncak Arus Balik Lebaran 2024
“Saudara tahu dari mana?” tanya jaksa lagi.
“Waktu itu, eselon satu dikumpulkan di Wican (Widya Chandra, Rumah Dinas SYL). Ada surat penyidikan,” timpal Panji.
Dalam perkaranya, Syahrul Yasin Limpo didakwa didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp 44.546.079.044 atau Rp 44,54 miliar. Serta menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Baca Juga: Pemprov DKI Ajukan Penonaktifan 92 Ribu NIK Warga Jakarta Ke Kemendagri
Tindak pidana pemerasan ini dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Dalam penerimaan pemungutan uang ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo bersama-sama dengan Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.