Soal Abu Batu Bara, PKS: Pemerintah Jangan Mau Didikte Pengusaha

- 17 Maret 2021, 23:02 WIB
Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Mulyanto.
Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Mulyanto. /fraksi.pks.id

“Kalau memang Pemerintah sudah melakukan uji karakterisisasi dan penelitian toksikologi limbah abu batubara (fly ash and bottom ash/FABA) secara mendalam, sebelum mengambil kebijakan tersebut, maka harus dibuka agar publik maklum. Hal ini sesuai dengan aturan dalam pasal 403 ayat (4) PP No.22/2021 tersebut.

Mulyanto menilai uji toksikologi ini menjadi indikator kunci untuk mengetahui apakah abu batubara tersebut bersifat berbahaya dan beracun serta memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungannya atau tidak.

Baca Juga: PKS Minta Pemerintah Dorong Sinergi BUMN Panas Bumi

Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini minta Pemerintah untuk menjadikan alasan kesehatan manusia sebagai pertimbangan utama dalam mengambil keputusan. Bukan sekedar berdasarkan pertimbangan bisnis, investor atau alasan teknis proses pembakaran batubara semata.

“Alasan dari otoritas lingkungan yang beredar di publik, terkait perubahan limbah abu batubara dari PLTU menjadi kategori non-B3, adalah karena pembakaran batubara di PLTU terjadi pada temperatur tinggi sehingga karbon pada FABA menjadi minimum dan lebih stabil disimpan.

Tentu bukan alasan seperti ini yang ingin publik dengar. Yang dibutuhkan publik adalah evidence based dari uji toksikologi abu batubara tersebut serta penerapan prinsip kehati-hatian (prudensial), yang biasanya dianut oleh otoritas lingkungan hidup.

Sehingga dengan bukti itu masyarakat yakin, bahwa FABA ini terbukti secara ilmiah tidak berbahaya dan beracun bagi kesehatan manusia dan lingkungannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, karenanya aman dikategorikan sebagai limbah non-B3,” desak politisi PKS yang akrab disapa Pak Mul ini.

Baca Juga: PKS: Pemerintah Harus Dorong Program Eksplorasi Untuk Menarik Investor

“Ini penting, karena dalam kategori B3 secara eksplisit disematkan kata “berbahaya” dan “beracun”. Frasa yang memiliki makna berat dan dalam bagi kesehatan masyarakat yang menjadi hak asasinya sebagai manusia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) UU. No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa: "Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat".

Karenanya menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati hak asasi tersebut, melalui perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan warganya,” lanjut Mulyanto.

Halaman:

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x