“Karena itu Negara tetap harus hadir melalui pemihakan kebijakan,” tegasnya. Apalagi menurut Lisda, jumlah perokok anak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Baca Juga: Status Darurat COVID-19 Berakhir, China Tetap Anggap Virus ini Bahaya
Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun naik dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.
Prevalensi perokok anak juga semakin tinggi pada anak dari keluarga dengan penghasilan menengah ke bawah, sehingga kondisi kerentanan sebagai anak dari kelompok rentan, semakin ditambah dengan kecanduan rokok sejak dini.
Sebenarnya, jelas Lisda, "Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah telah menargetkan penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024 dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan".
Baca Juga: SEA Games 2023 Kamboja: Indonesia Raih 2 Emas dari Maraton, Agus dan Odekta Jadi Pahlawan
Namun hingga saat ini belum jelas bagaimana nasib revisi PP 109 tahun 2012 tersebut, meskipun sudah diamanahkan dalam Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah tahun 2023.
Padahal, dari hasil polling di rubrik Indikator pada periode 11-18 Juli 2022 menunjukkan, mayoritas responden (78 persen) menginginkan pemerintah membuat regulasi yang kuat untuk melindungi anak menjadi perokok.
Ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat terhadap upaya perlindungan anak dari rokok masih cukup tinggi.
Baca Juga: Anggota DPR Dukung TNI Berantas Praktik Jual Beli Senjata di Papua