Jatim Siap Implementasikan Kebiri Kimia Pelaku Kekerasan Seksual Anak

7 Januari 2021, 19:43 WIB
Kepala DP3K Jatim, Andriyanto /Adi/Arahkata.com

ARAHKATA - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3K) Jawa Timur mengapresiasi adanya hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Jawa Timur siap mengimplementasikan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Kepala DP3K Jatim, Andriyanto mengatakan, pandemi covid-19 yang belum berakhir berdampak pada banyaknya karyawan di PHK, ekonomi keluarga menurun, stres meningkat sehingga berpotensi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baca Juga: MUI Akan Tentukan Status Halal Vaksin Sinovac Besok

Andri menyebut, menurut data Sistem Informasi Online (Simfoni) kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga tanggal 28 Desember 2020, tercatat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim bmengalami kenaikan cukup signifikan, yaitu 1.878 kasus.

Dimana 40% adalah kekerasan seksual dan 61% merupakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Meningkatkan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia, Presiden Joko Widodo akhirnya meneken Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Baca Juga: Mendagri Tegur Jatim Soal Dana Kunjungan Kerja di APBD Jatim 2021

"Meskipun awalnya menuai pro dan kontra di mata lembaga masyarakat, aktivis hukum, psikolog, dokter dan akademisi, "kata Andriyanto, dikonfirmasi, Kamis 7 Januari 2020.

Pria yang akrab dipanggil Andri itu menilai persoalan kebiri kimia ini menjadi momentum yang tepat untuk menyadarkan kita bahwa politik kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan harus disusun secara rasional, bukan emosional.

Peraturan tersebut dibuat untuk mengatasi kekerasan seksual dan memberi efek jera terhadap predator anak.

"Kita semua sepakat bila kekerasan seksual terhadap anak harus ditangani secara serius," tegasnya.

Baca Juga: Pimpinan DPR Ingatkan Kemensos Soal Bantuan Sosial

Hukuman kebiri kimia dalam PP tersebut diartikan pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain kepada pelaku yang pernah dipidana.

Dalam PP disebutkan, pelaku dihukum karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Dengan begitu, menimbulkan korban lebih dari satu orang yang disertai luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.

Baca Juga: DPRD Jatim Ingin Pelopori Vaksinasi Covid-19 Tahap Awal

"Hukuman ini tidak berlaku bagi pelaku anak dari tindakan kebiri kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Sementara anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan," terang Andri.

Masa kebiri kimia dikenakan paling lama dua tahun. Tindakannya pun dilakukan melalui tahapan penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan.

PP ini masih mengamanatkan pengaturan detail oleh peraturan di bawahnya, selanjutnya diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan urusan hukum.

Baca Juga: Pimpinan DPR Ingatkan Kemensos Soal Bantuan Sosial

"Hal yang mendelegasikan dibuatnya aturan kepada lembaga yang lebih rendah ini salah satu penyeban munculnya pro kontra, bahwa PP ini kurang efisien dan kurang detail," tambahnya.

Terkait eksekutor kebiri, Andri meminta semua pihak menghormati keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang menolak mengeksekusi hukuman kebiri kimia. Mengingat hal tersebut bertentangan dengan kode etik dan disiplin profesi kedokteran yang berlaku universal.

"Mereka menolak karena melanggar sumpah dan etika kedokteran. Kebiri kimia bukan layanan medis. Apabila dokter melakukan eksekusi, hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik norma dengan kode etik kedokteran," terangnya.

Baca Juga: Termasuk Fadli Zon, Ini Deretan Politikus yang Tersandung Konten Porno

Dengan penolakan IDI tersebut, Menteri Kesehatan akan membuat peraturan yang mengatur pelatihan sumber daya manusia (tenaga kesehatan) sebagai eksekutor kebiri kimia.

"Di beberapa negara kebiri kimia justru dilakukan secara sukarela oleh pelaku yang menyadari bahwa ia terganggu karena dorongan seksual yang tinggi dalam dirinya," ungkapnya

Andri menerangkan, dalam PP 70/2020, juga diatur rehabilitasi bagi yang telah menjalani kebiri. Dengan begitu, tujuan penjatuhan pidana ini tidak sebatas berorientasi pada pembalasan. Namun tujuan pidana tersebut untuk memberikan manfaat, yaitu mencegah timbulnya kejahatan kekerasan seksual terhadap anak.

Baca Juga: Termasuk Fadli Zon, Ini Deretan Politikus yang Tersandung Konten Porno

"Ini agar anak-anak kita terlindungi dari kekerasan seksual. Kita apresiasi sebuah karya politik bidang kriminal ini dan kita menunggu implementasinya," pungkasnya.***

Editor: Ahmad Ahyar

Tags

Terkini

Terpopuler