Pria yang akrab dipanggil Andri itu menilai persoalan kebiri kimia ini menjadi momentum yang tepat untuk menyadarkan kita bahwa politik kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan harus disusun secara rasional, bukan emosional.
Peraturan tersebut dibuat untuk mengatasi kekerasan seksual dan memberi efek jera terhadap predator anak.
"Kita semua sepakat bila kekerasan seksual terhadap anak harus ditangani secara serius," tegasnya.
Baca Juga: Pimpinan DPR Ingatkan Kemensos Soal Bantuan Sosial
Hukuman kebiri kimia dalam PP tersebut diartikan pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain kepada pelaku yang pernah dipidana.
Dalam PP disebutkan, pelaku dihukum karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Dengan begitu, menimbulkan korban lebih dari satu orang yang disertai luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
Baca Juga: DPRD Jatim Ingin Pelopori Vaksinasi Covid-19 Tahap Awal
"Hukuman ini tidak berlaku bagi pelaku anak dari tindakan kebiri kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Sementara anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan," terang Andri.
Masa kebiri kimia dikenakan paling lama dua tahun. Tindakannya pun dilakukan melalui tahapan penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan.