Bagaimana Indikator, Tren Perubahan Iklim Global Terjadi? BMKG Menjelaskan

- 1 Februari 2021, 09:39 WIB
Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim /Arahkata/

ARAHKATA – Bencana demi bencana di awal tahun terus menerpa bangsa ini. Beragam kisah dari mulai kesedihan, social hingga kepahlawan terjadi dalam setiap momen kejadian. Tentunya, harapan bagi seluruh masyarakat di dunia ingin bencana ini tidak terjadi. Namun, apakah kejadian tersebut terjadi hanya sebuah kebetulan belaka?

Berdasarkan data sejak tahun 1900 serta  monitoring iklim oleh BMKG  selama lebih dari 70 tahun, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers secara daring, Minggu 31 Januari 2021 menyatakan bahwa Perubahan Iklim Global adalah "nyata" dan berdampak pada peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem, baik berupa kejadian cuaca atau hujan ekstrem, iklim ekstrem, ataupun kejadian anomali iklim global seperti La Nina dan El Nino.

Bahkan, Dwikorita menambahkan Tahun 2020 yang lalu merupakan tahun terpanas kedua di sepanjang sejarah, setelah tahun 2016 (anomali +0,80 derajat Celcius), mengungguli tahun 2019 (anomali +0,60 derajat Celcius). Kondisi ini mirip dengan perubahan suhu global sebagaimana dilaporkan World Meteorological Organization (WMO) pada awal Desember 2020.

Baca Juga: PKS Minta Pemerintah Tegas Laksanakan Aturan UU Minerba Soal Reklamasi Pasca Tambang

Indikator dan Tren Perubahan Iklim Global

Dalam kesempatan yang sama Deputi Klimatologi BMKG Herizal , menjelaskan bahwa BMKG mencatat perubahan iklim jangka panjang telah terjadi di Indonesia dengan beberapa indikator sebagai berikut:

Tren konsentrasi gas rumah kaca (GRK) yang diukur di udara bersih (background) Indonesia pada Stasiun Pemantau Atmosfer Global (Global Atmosphere Watch-GAW) BMKG Bukit Kototabang, menunjukan laju peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan sulfur heksafluorida (SF6) berturut-turut sebagai berikut: 1,6 ppm/tahun, 0,089 ppm/tahun, 0,012 ppm/tahun, dan 0,000004 ppm/tahun. Hasil pengukuran CO2 pada Stasiun GAW BMKG Bukit Kototabang menunjukkan tren peningkatan CO2 yang sama dengan Stasiun GAW lainnya di dunia, seperti di Mauna Loa, Hawaii dan Baring Head, Selandia Baru. Awal pengukuran GRK background di Indonesia, pada tahun 2004, konsentrasi CO2 di Stasiun GAW BMKG  Bukit Kototabang adalah 372 ppm (baseline), selanjutnya hasil  pengukuran pada akhir  bulan Oktober 2020, konsentrasi CO2 di GAW Bukit Kototabang telah meningkat menjadi 408 ppm, sementara rerata global adalah 415 ppm.

Baca Juga: Bahaya Covid-19 dan Penderita Diabetes

“Analisis perubahan suhu udara rata-rata untuk seluruh wilayah Indonesia selama 71 tahun terakhir (1948 – 2019) menunjukan laju peningkatan suhu sebesar 0,030 derajat Celcius/tahun. Berdasarkan data dari 91 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata tahun 2020 adalah 27,30 derajat Celcius, lebih panas dibanding normal suhu udara rata-rata periode 1981-2010 yaitu 26,60 derajat Celcius,” papar Herizal.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x