Polri Selidiki Dana Korban Kecelakaan Lion Air oleh ACT

9 Juli 2022, 20:41 WIB
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menjelaskan masalah pengelolaan dana bantuan korban kecelakaan pesawat Lion Air oleh Yauasan ACT. /

ARAHKATA - Kasus yang mendera Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), semakin meluas pasca diungkap oleh sebuah media nasional.

Pengurus ACT diduga kuat menyalahgunakan dana umat yang dikumpulkan demi kepentingan pribadi.

Salah satunya adanya pengumpulan dana yang dikelola oleh ACT, atas sebuah musibah kecelakaan pesawat.

Baca Juga: Ayu Ting Ting Dilaporkan Polisi, Pasca Tiga Orang Tewas

Bareskrim Polri menyelidiki dugaan penyimpangan dana bantuan oleh pengurus Yayasan ACT.

Sejatinya dana itu disalurkan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018.

Penyimpangan dana sosial yang berasal dari pihak pabrik pesawat Boeing itu diduga dilakukan oleh pengurus ACT, yakni mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.

Baca Juga: Tiga Kelompok Minta Maaf Terkait Kerusuhan Babarsari Yogyakarta

Keduanya diduga menyalahgunakan sebagian dana sosial itu kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas peribadi.

“Bahwa pengurus Yayasan ACT Saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua pengurus dan pembina serta Saudara Ibnu Khajar, selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Jakarta, Sabtu, 9 Juli 2022.

Selain itu, lanjut Ramadhan, kedua pengurus ACT tersebut tidak pernah mengikutsertakan pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial.

Baca Juga: Darurat Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren Harus Cepat Ditangani

Keduanya idak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial yang didapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana sosial tersebut yang merupakan tanggung jawabnya.

Penyidik telah meminta keterangan dari Ahyudin dan Ibnu Khajar pada Jumat, 8 Juli 2022 kemarin.

Dari hasil pemeriksaan diperoleh fakta, ACT menerima dana dari Boeing untuk disalurkan kepada korban sebagai dana sosial sebesar Rp138 miliar.

Baca Juga: Kemenag Cabut Izin Ponpes Shiddiqiyyah Jombang, Lindungi Pelaku Pelecehan Santriwati

Pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi  yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris korban masing-masing sebesar Rp2,06 miliar serta bantuan nontunai berupa dalam bentuk dana sosial sebesar Rp2,06 miliar.

“Dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, salah satunya adalah lembaga harus bertaraf internasional,” ujar Ramadhan.

Kemudian, kata Ramadhan, pihak Boeing menunjuk ACT atas rekomendasi ahli waris korban untuk mengelola dana sosial tersebut yang untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban.

Baca Juga: Kasus Bea Cukai Soetta, Dakwaan Pemerasan Gugur, Saksi Mahkota VIM Akui Terima Uang Dari PJT

Namun, lanjut dia, pihak ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterima dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh ACT.

“Diduga ACT tidak merealisasikan seluruh dana sosial tersebut, melainkan sebagian dana sosial tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan kepentingan pribadi Ahyudin dan wakil ketua pengurus,” kata Ramadhan.

Ramadhan menyebutkan kasus ini masih dalam penyelidikan.

Baca Juga: Izin ACT Dicabut dan 60 Rekening Diblokir, Bagaimana Nasib Uang Donatur?

Penyidik mengusut dugaan pelanggaran Pasal 372 juncto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016.

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

Tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler