Tiga perusahaan itu yakni, ZPMC (Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co. Ltd) dari China, Wuxi, HDHM (HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan.
Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan perseroan dengan mencabut ketentuan penggunaan komponen barang/jasa produksi dalam negeri.
Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri.
Baca Juga: Ramadhan Berbagi Berkah, Baqoel Serahkan Paket Bantuan ke Masyarakat
Adapun SK Direksi PT Pelindo II tersebut menggunakan tanggal mundur sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan.
Penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi "GO FOR TWINLIFT" pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik.
Padahal, laporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan, bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.
Pada Maret 2010, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM dan memberi disposisi kepada Saptono R Irianto, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.
Baca Juga: Viral Foto Chanyeol Saat Tengah Jalani Wamil, Netizen: Botaknya Ganteng!
Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II pada pihak HDHM, RJL diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tandatangan persetujuan dari Direktur Keuangan dengan jumlah uang muka yang dibayarkan mencapai US$24 juta yang dicairkan secara bertahap.