Hari Antikorupsi Momentum Evaluasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

- 9 Desember 2022, 11:34 WIB
Sejumlah siswa dan guru memberi tanda simbol penolakan korupsi saat memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di SMP K, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (8/12/2022).
Sejumlah siswa dan guru memberi tanda simbol penolakan korupsi saat memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di SMP K, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (8/12/2022). /Yusuf Nugroho/ANTARA

ARAHKATA - Influencer antikorupsi Yudi Purnomo Harahap mengatakan hari antikorupsi sedunia yang diperingati setiap tanggal 9 Desember.

Jangan hanya menjadi acara seremonial saja, tetapi hendaknya momentum penting mengevaluasi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Jadikan hari antikorupsi sedunia sebagai evaluasi upaya memberantas korupsi di Indonesia sudah sejauh mana apakah sudah efektif, jika belum apa yang harus diperbaiki," kata Yudi dalam keterangannya dikutip ArahKata.com dari ANTARA, Jumat, 9 Desember 2022.

 Baca Juga: Hotman Paris Kritik KUHP Baru, Banyak Pasal Tidak Mengandung Logika Hukum

Ia mengatakan momentum hari antikorupsi yang dilaksanakan berbagai instansi pemerintah baik pusat maupun daerah hingga lembaga lembaga negara termasuk masyarakat dan NGO.

Merupakan momentum bagi pejabat negara dan ASN untuk berjanji dan bertekad memperkuat integritasnya dalam menjalankan amanah jabatannya dengan tidak korupsi atau berhenti melakukan korupsi.   

Mantan penyidik senior KPK itu menyampaikan, salah satu indikator meningkatnya upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air adalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.

 Baca Juga: Menjadi Lebih Waspada dan Bijaksana Saat Melakukan Pinjaman Online

Ia berharap, dalam suasana hari antikorupsi ini, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2022 meningkat dari nilai 38 pada tahun sebelumnya.

"Hal ini penting agar investor bisa melihat usaha Indonesia memberantas korupsi sehingga mau menanamkan investasinya karena korupsi dianggap sudah berkurang," ujarnya menerangkan.  

Selain itu, kata dia, jika IPK Indonesia bertambah maka ini akan memacu gerakan antikorupsi semakin kuat dan bersemangat.

 Baca Juga: KPK Menahan Hakim Agung Gazalba Saleh

Yudi yang kini menjadi anggota Satgassus Pencegahan Korupsi Mabes Polri mengatakan bahwa usaha-usaha pencegahan korupsi lainnya yang dapat dilakukan melalui penanaman nilai dan perbaikan sistem penting untuk membuat orang tidak bisa dan tidak mau korupsi. 

Pelayanan-pelayanan publik ke masyarakat harus bebas dari pungli kepada masyarakat. Selain itu birokrasi juga harus diperbaiki agar mempermudah dan tidak mempersulit masyarakat.

Selain itu juga bidang penindakan juga masih sangat penting untuk membongkar kasus korupsi terutama kasus korupsi kakap yang dilakukan penyelenggara negara mulai dari tingkat pusat hingga kepala daerah.

 Baca Juga: KPK Menahan Hakim Agung Gazalba Saleh

"Hukuman koruptor juga harus diperberat atau maksimal dari ancaman hukumannya agar menimbulkan efek jera,"

Termasuk, lanjut dia, pengembalian aset juga penting untuk digencarkan guna memulihkan kerugian negara.

"Selain itu 'PR-PR' dalam memberantas korupsi yakni buronan yang belum tertangkap seperti Harun Masiku segera tertangkap," kata Yudi.

 Baca Juga: Anies Baswedan Dilaporkan Curi Start Kampanye Pemilu 2024 ke Bawaslu

Saat ditanya terkait hukuman pelaku tindak pidana korupsi dalam KUHP yang baru disahkan yakni minimal dua tahun.

Berbeda dengan UU Tipikor minimal empat tahun, Yudi menyebutkan belum membaca utuh undang-undang baru tersebut.

Menurut Yudi, perlu harus benar-benar memahami untuk bisa menanggapi. Namun, ia membagikan kutipan Pasal 8 dalam Undang-Undang tindak pidana korupsi, yang berbunyi:

Baca Juga: Waspada Chat Tagihan PLN Disertai Ajakan Download Aplikasi, Bisa Kuras Saldo di M-Banking

"Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

 Kemudian pada Pasal 9 menyebutkan "Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 416 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan Pasal 10 berbunyi "Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 417 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun dan denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp350 juta.

 Baca Juga: Penangkapan Teroris di Kebumen, Ken Setiawan: Mereka Membaur di Masyarakat Sembunyikan Jati Diri

"Ini undang-undang Tipikor yang merujuk pada KUHP," kata Yudi.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x