OC Kaligis Menyikapi Petisi Segelintir Guru Besar ke Jokowi

- 13 Februari 2024, 21:07 WIB
Pengacara OC Kaligis
Pengacara OC Kaligis /Dok Antara/ARAHKATA

ARAHKATA – Adanya Petisi dari segelintir Guru Besar Universitas terhadap Presiden RI Joko Widodo, membuat pengacara senior Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, bersikap.

“Saat elektabilitas pasangan nomor 2 meroket meninggalkan jauh pasangan nomor 1 dan 3, gerakan perlawanan berdatangan dari segala penjuru. Sasaran tembaknya siapa lagi kalau bukan, mulai dari Presiden Jokowi, Gibran anaknya, dan Prabowo calon presiden,” ujar Kaligis dalam keterangan tertulis ke wartawan, di Manado, Minggu, 11 Februari 2024.

Ditambahkannya, gerakan Petisi 100, yang hanya terdiri dari 22 orang, dengan tema impeachment, dilansir berulang kali oleh media, sementara sekitar 230 juta rakyat Indonesia, diam berarti setuju terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Bekerja vs Mengasuh, Dilema Ibu dan Dampak Psikologis pada Anak

Dijelaskannya, setiap hari, rakyat termasuk pengusaha menikmati jalan tol sepanjang kurang lebih 33 ribu km hasil pembangunan di era Presiden Jokowi, termasuk ratusan kilometer jembatan, ratusan bendungan untuk mengairi sawah ladang, lapangan terbang perintis di pulau terluar dan masih banyak infrastruktur hasil pembangunan Pemerintah Presiden Jokowi selama ini.

“Bila Anies Baswedan berhasil menjadi RI 1, IKN yang adalah produk undang-undang pun akan dianulir, dan Jakarta tetap Ibukota NKRI. Hal ini terang-terangan diploklamirkan Anies Baswedan saat berkampanye Pilpres 2024,” tukas Kaligis.

Fakta pembangunan era Presiden Jokowi inilah yang menyebabkan kurang lebih 230 juta rakyat Indonesia diam, tidak menuntut pelengseran atau impeachment terhadap Presiden.

Baca Juga: Habib Haidar Alwi Shahab Ungkap Kriteria Penting Sebelum Memilih Calon Pemimpin

“Tetapi mengapa gerakan pelengseran diikuti oleh Petisi “tidak puasnya” sekelompok sangat kecil para profesor, doktor dunia akademisi terhadap Presiden Jokowi justru dilakukan bertubi-tubi menjelang pencoblosan pada 14 Februari 2024 ? Setahu saya biasanya para guru besar tidak pandai berpolitik ? Apalagi yang menentukan siapa yang akan jadi Presiden NKRI mendatang adalah rakyat ? Sebanyak empat ribu advokat yang tergabung dalam aliansi advokat Indonesia pun menjatuhkan pilihannya ke pasangan nomor 2, Prabowo-Gibran,” kata Kaligis.

Pihaknya bertanya, pernahkah para guru besar sebelumnya menjadi bahagian anggota petisi, umpamanya memberikan masukan yang lebih baik dari apa yang dilakukan Bapak Presiden dalam pembangunan untuk kepentingan rakyat ?

“Buktinya setiap pertangguganjawaban Presiden dalam pidato kenegaraannya dihadapan para wakil rakyat di DPR-RI, selalu diterima. Lalu dimana konsep pembangunan para profesor, doktor-doktor dunia akademis yang secara estafet membuat petisi ketidakpuasan mereka terhadap Jokowi ?,” tanya Kaligis.

Baca Juga: BPKP Garda Terdepan Perkuat Tata Kelola Penyelenggaraan Pemerintahan

Sebenarnya, tujuan utama, menurut pandangan Kaligis, hanya mengerem elektabilitas Prabowo-Gibran atau minimal mengurangi jumlah para pemilih pasangan nomor 2 ?

“Saya dapat mengerti bila sekelompok ahli politik yang berpendapat bahwa gerakan para guru besar bukan murni gerakan moral, etika dan lain-lain, tetapi sekadar gerakan politik, entah rancangan siapa, yang pasti diduga untuk menggagalkan keberhasilan pasangan nomor 2. Gerakan para guru besar menjelang hari H, pasti gerakan politik. Siapa yang menggerakkan, silahkan para cendikiawan politik menerkanya,” tukas Kaligis.

Pihaknya teringat elektabilitas Ahok yang berada di puncak saat melawan Anies Baswedan waktu kampanye Pilgub DKI Jakarta.

Baca Juga: Menghindari Krisis Remaja, Tips Membangun Harga Diri Anak

Hanya dengan meledakkan kasus yang disebut penistaan agama disempurnakan dengan kampanye “Jangan Pilih Kafir”, Anies berhasil menyalip elektabilitas Ahok untuk sampai ke kursi gubernur.

“Kejutan lainnya saat publik tahu bahwa Anies akan berpasangan dengan calon wakil Presiden AHY. Hanya dalam waktu sehari, Anies berhasil menguburkan persetujuan AHY untuk mendampingi Anies di kancah perjuangan Pilpres 2024. Padahal sebelumnya sudah diketahui umum, bahwa pendamping Anies di Pilpres 2024 adalah AHY,” tukas Kaligis.

Ditambahkannya, tak dapat disangkal, didalam bidang strategi, selain Anies adalah seorang orator ulung, Anies pandai memanfaatkan media.

Baca Juga: Jurnalis AS Allan Nairn Terbitkan Artikel Sebut Prabowo Ancam Demokrasi Indonesia

Kekurangan Anies hanyalah dalam perbuatan, bila jadi Presiden janji Anies bukan dilaksanakan didalam bentuk perbuatan. Bayangkan tanpa punya partai, Anies berhasil menggaet NasDem yang punya Metro TV, Media Indonesia, PKS partai yang cukup besar dan media-media lainnya.

Makanya kalau sampai Pilpres terjadi dua putaran, bila capres nomor 2 tidak ekstra hati-hati dapat saja kembali Anies berjaya, sebagaimana dirinya mengalahkan Ahok pada Pilgub DKI. Kalaupun nomor 2 menang, pasti fitnahan selanjutnya adalah menang karena curang.

Pada Kampanye Akbar di JIS pun pasangan nomor 1 masih melemparkan “black campaign” melawan pasangan nomor 2. Padahal tambahan biaya JIS sesuai arahan FIFA, sebesar kurang lebih Rp 5,6 triliun dilunasi oleh Plt. Gubernur dan negara.

Baca Juga: Polri Tegaskan Informasi Ketidaknetralan Kapolri di Pemilu 2024 Hoax

“Kelihatannya pasangan nomor 1 sangat khawatir akan kemenangan pasangan nomor 2,” ujar Kaligis.

Yang pasti bila mengikuti rekam jejak curriculum vitae Anies, apa yang dijanjikan belum tentu dilaksanakan saat dirinya jadi Presiden. Bahkan pendukung di bawah tanah seperti FPI, HTI dan kelompok negara khilafah, kembali akan dirangkul untuk lebih mengokohkan status kepresidenannya.

“Semoga rakyat masih ingat janji-janji bohong Anies mengenai rumah DP 0 persen, penanggulangan banjir, perang lawan reklamasi PIK yang terbukti hanya pernyataan palsu,” tukas Kaligis.

Baca Juga: Tips Awet dan Aman Simpan Makanan di Freezer

Bahkan biaya Formula E sampai saat ini belum jelas, dibanding dengan Formula E nya Qatar. Tiga hari menuju hari penentuan. Sejak tanggal 10 Februari diberlakukan hari tenang bebas kampanye. Semua baliho, poster diturunkan. Jakarta bersih.

Tetapi sekalipun ditentukan berlakunya hari tenang, tetap saja media elektronik menyerang Prabowo melalui narasi tuduhan orang hilang, narasi percobaan kudeta yang tanpa pembuktian hukum.

“Pasti bagi calon pemilih yang agak “telmi” agak telat paham, bisa saja termakan oleh narasi-narasi hitam tersebut, sehingga urung di bilik mencoblos pasangan nomor 2. Faktanya, Prabowo tidak pernah disidik oleh penyidik HAM, tidak pernah diperiksa sebagai tersangka percobaan makar, sekalipun demikian narasi kampanye hitam, tetap dialamatkan pada dirinya, di bawah bendera kebebasan berbicara, alam demokrasi. Seandainya calon Presiden dengan elektabilitas tertinggi datangnya dari pasangan nomor 1 dan 3, pasti gerakan ketidakpuasan terhadap Presiden Jokowi, tidak akan terjadi,” ujar Kaligis.

Baca Juga: Menyingkirkan Springbed Bekas, Cara Tepat dan Ramah Lingkungan

Lalu apakah pada minggu tenang diam-diam Anies Baswedan karena takut kalah dari capres nomor 2, tidak melakukan kampanye hitam?. Jawabannya: Diragukan.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah