Antara Tantangan Dampak Rokok saat Pandemi dan Harapan Perlindungan Anak dari Revisi PP 109/2012

- 5 Februari 2021, 10:01 WIB
Ilustrasi urgensi Revisi PP 109/2012
Ilustrasi urgensi Revisi PP 109/2012 /Arahkata/

ARAHKATA – Indonesia negara besar, tentu saja tantangan yang dihadapi bukanlah tantangan yang dianggap sepele. Besarnya jumlah penduduk di negara ini, tentu saja menggiurkan bagi para pelaku usaha untuk melakukan bisnisnya di tanah air. Saat ditimpa masalah pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada anak terkait isu sosial, pendidikan, tetapi juga pada isu kesehatan, utamanya terkait rokok. Anak-anak menjadi kaum yang paling rentan saat ini karena mereka berada di rumah yang berpotensi terpapar asap rokok serta iklan dan promosi rokok di media sosial.

Sebelum pandemi saja, menurut data Perki (2018) ada sebanyak 40 juta anak di bawah 5 tahun merupakan perokok pasif. Sedangkan berdasar survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sebanyak 57,8% anak Indonesia terpapar asap rokok di rumahnya. Apalagi di saat pandemi terjadi, potensi anak terpapar rokok akan sangat tinggi. Pihak yang paling banyak memberikan sumbangsih paparan asap rokok terhadap anak di rumah adalah orang tua dari anak itu sendiri. Tidak sedikit orang tua Indonesia  merokok di dekat anaknya, bahkan yang berusia balita.

Dampak kesehatan bagi anak-anak yang menjadi perokok pasif sangat besar dimana paparan asap rokok yang terus menerus pada anak berpotensi menghambat hak anak untuk tumbuh dan berkembang optimal. Seseorang yang terpapar asap rokok dari perokok aktif bisa menyebabkan penyakit serius hingga kematian.  Belum lagi, peluang anak untuk membeli rokok menjadi semakin mudah, karena selain harga rokok murah, waktu luang anak di rumah lebih banyak, juga karena pengawasan orang dewasa, (orang tua dan guru) menjadi berkurang.

Baca Juga: Revisi PP 109/2012 Tertunda, Menkes Terawan Disomasi KOMPAK

Selain itu, dampak serius lainnya adalah anak-anak di masa pandemi Covid-19 banyak melakukan aktivitas belajar dari rumah, berpotensi terpapar iklan dan promosi rokok yang massif di media sosial.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka jangan berharap jumlah perokok anak akan menurun. Saat ini saja, selama 10 tahun terakhir prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun naik mencapai 9,1% pada 2018 (Data Riset Kesehatan Dasar 2018). Jika tidak ada upaya serius, maka pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91% (Proyeksi Bappenas, 2018).

Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, mengatakan semua pihak harus berupaya secara optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama Pandemi Covid-19. Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka pula yang akan menikmati bonus demografi di saat Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi pada 2030.

Baca Juga: Jokowi Minta Penerima Dana Bansos Jangan Dipakai Buat Beli Rokok

“Tetapi kenyataannya, kondisi mereka sangat rentan selama Pandemi karena paparan asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan bebas dari asap rokok justru menjadi tempat dimana mereka menghirup berbagai jenis zat berbahaya dari asap rokok,” kata Lisda dalam diskusi daring Alinea Forum bertajuk Harapan Baru Penurunan Prevalensi Perokok Anak bersama Menkes Baru, Kamis, 4 Januari 2021.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x