22 WNI Tewas di Kapal Tiongkok, B2P3: Jokowi Bicaralah, Ini Soal Kemanusiaan!

- 6 Februari 2021, 21:41 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi /E-martim/

ARAHKATA - Pemerintah Indonesia diminta mengambil langkah tegas untuk perlindungan pekerja migran Indonesia. Hal tersebut menyikapi persoalan 22 orang awak kapal perikanan Indonesia yang meninggal di kapal ikan berbendera Tiongkok sepanjang tahun 2020.

Ketua B2P3 (Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila) Jamaluddin Suryahadikusuma mengatakan bahwa selama ini pemerintah Indonesia saling lempar tanggungjawab. Bahkan cenderung menyalahkan agensi yang mengirim tenaga kerja.

"Sikap pemerintah ini kan ambigu. Disatu sisi mereka tahu bahwa itu adalah ilegal. Tapi selama ini mereka membiarkan praktek itu berjalan," ujar Jamaluddin ketika dihubungi Reporter ArahKata.com, Sabtu. 6 Februari 2021.

Baca Juga: Tambang Ilegal di Jambi Dihentikan Tim Operasi Gabungan

Menurut Jamal, seharusnya pemerintah Indonesia dapat mencegah praktek itu. "Kan praktek itu bisa dicegah ketika mereka (Calon Pekerja) di bandara bahwa tahu diperjanjian diberangkatkan di kapal Tiongkok," tambahnya.

Jamal lalu menjelaskan mengapa kejadian seperti ini terus berulang.

Menurutnya, Pemerintah Tiongkok sendiri tidak ada regulasi yang mengatur terkait dengan perlindungan pekerja asing yang bekerja di kapal ikan berbendera Tiongkok.

Seharusnya, Tiongkok harus banyak belajar dari Taiwan mengenai evaluasi perlindungan tenaga kerja migran.

Baca Juga: Masih Nekat ke Bogor? 3.000 Kendaraan Diminta Putar Balik di Tol

"Nah dari sini kan yang paling parah Tiongkok yang bermasalah. Baik tidak ada regulasi yang mengatur dan di Indonesia juga sebagai negara pengirim tenaga kerja juga parah," tegas pria yang sering memakai kopiah hitam ini.

Meski sudah ada  revisi Undang-undang Nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran, tetapi menurut Jamal, aturan turunannya masih belum diselesaikan. Ini karena masih ada tumpang tindih dari Kementerian tenaga kerja dengan Kementerian perhubungan.

"Egosektoral ini yang kemudian harus dihilangkan dan RPP ini harus dipercepat dan ditandatangani supaya ada protect yang mengatur, nah yang saya lihat pemerintah dalam hal ini melakukan pembiaran. Dan jangan pemerintah bilang tidak tahu, pemerintah itu udah tahu malah disini ada oknum-oknum yang membiarkan ABK kita itu bisa keluar dari bandara untuk bekerja di kapal. Nah ini harus ada law enforcement soal penegakkan hukum," katanya.

Baca Juga: Sebelum Menyerahkan Diri, Pengemudi Avanza Tanah Abang Sempat Kabur

Kedua, bahwa ada political will dari pemerintah Indonesia untuk membangun diplomasi dengan pemerintah Tiongkok untuk menjalin Memorandum Of Understanding (MoU). Terlebih selama ini produk perikanan Tiongkok besar karena ditopang ABK dari Indonesia.

"Presiden Jokowi harus berbicara, apalagi sudah banyak kerjasama. masa berbicara tentang kemanusiaan tentang perlindungan warga negaranya tidak tegas. Jokowi harus bicara antar kepala negara. Tidak cukup hanya berbicara antar menteri luar negeri.

"Lagi-lagi dibutuhkan political will dari pemerintah itu sendiri untuk mau membenahi tidak? kalo tidak ya pemerintah bagian dari masalah ini," tutupnya.

Baca Juga: Berkas Perkara Dinyatakan Lengkap, Rizieq Shihab akan di Serahkan ke Kejaksaan

Tewasnya 22 WNI

Sebelumnya Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan merilis ada 22 orang awak kapal perikanan Indonesia yang meninggal di kapal ikan berbendera Tiongkok sepanjang tahun 2020.

Dalam rilis tersebut, Koordinator DWF Abdi mengatakan bahwa sebagian besar awak kapal WNI yang meninggal adalah akibat menjadi korban kerja paksa dan perdangangan orang. Ia juga menyebut mereka yang meninggal rata-rata karena sakit, mengalami penyiksaan, kondisi kerja yang tidak layak dan keterlambatan penanganan.

“Fasilitas kesehatan di kapal Ikan Tiongkok sangat buruk sehingga jika ada awak kapal yang sakit seringkali tidak mendapat perawatan medis dan ketersediaan obat yang terbatas,” kata Abdi dalam rilis yang diterima, Kamis, 4 Februari 2021.

Mayoritas korban awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut bekerja di kapal ikan Tiongkok yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan internasional atau penangkap ikan jarak jauh (distant water fishing).

Baca Juga: Mensos Resmikan Bengkel Sepatu dan Kafe Anak Jalanan Mojokerto

“Lokus kejadian atau meninggalnya korban terjadi ketika kapal mereka sedang mencari ikan di laut Oman, Samudera Pasifik, Kepulauan Fiji, Laut Afrika, Samudera Hindia, Laut Pakistan dan Australia,” kata Abdi.

Pihaknya juga menemukan adanya praktik penyeludupan manusia yang terjadi kepada awak kapal perikanan asal Indonesia. “Mereka yang sakit dan meninggal biasanya dipindahkan ke kapal lain karena kapal tersebut tetap melanjutkan operasi penangkapan ikan," katanya.***

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x