Resmi Disahkan, Ini Poin Penting dalam UU TPKS

- 14 April 2022, 15:30 WIB
RUU TPKS disahkan menjadi UU TPKS  oleh DPR RI
RUU TPKS disahkan menjadi UU TPKS oleh DPR RI /Instagram DPR RI

ARAHKATA - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) kini resmi menjadi Undang-Undang TPKS (UU TPKS).

Hal itu setelah disahkan DPR RI dalam dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2021-2022, Selasa, 12 April 2022.

UU TPKS melalui proses panjang hampir 10 tahun lamanya sebelum akhirnya di sahkan.

Baca Juga: AILA Indonesia Menolak Disahkannya RUU TPKS

Kabar disahkannya RUU TPKS menjadi undang-undang mendapat sambutan baik publik.

Berikut beberapa poin penting dalam UU TPKS yang perlu diketahui.

1. Penanganan kekerasan seksual berorientasi korban. Pasal 3 UU TPKS mengatur soal substansi dalam UU tersebut. Di dalamnya antara lain menyebutkan, substansi UU TPKS adalah untuk mencegah kekerasan seksual; menangani hingga memulihkan korban; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin kekerasan seksual tak berulang.

Baca Juga: Sah! Jokowi Resmikan RUU TPKS Jadi Undang-Undang

2. UU TPKS menjangkau penanganan kekerasan seksual dalam UU lain. Sebelumnya, penanganan kasus kekerasan seksual diatur atau tersebar dalam sejumlah UU. Masing-masing yakni, UHP, UU Perlindungan Anak, UU PKDRT, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTTPO) dan UU Pornografi.

Kini, semua pengaturan terkait kasus tindak pidana kekerasan seksual yang tersebar dalam sejumlah UU tersebut juga diatur UU TPKS. Bahkan, beberapa pasal dalam UU TPKS juga memperbarui pasal-pasal yang ada di UU sebelumnya.

Misalnya di KUHP, pasal perkosaan dalam KUHP selama ini terlalu menyulitkan korban membuktikan kasus yang dialaminya. Definisi perkosaan dan pencabulan dalam KUHP dinilai terlalu menyulitkan korban mencari pembuktian.

Baca Juga: Belum Usai, Dini Hari DPR-Pemerintah Masih Bahas RUU IKN

3. Korban atau siapapun yang mengetahui atau melihat kekerasan seksual bisa melaporkannya ke UPTD PPA, lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat, termasuk kepolisian. 

Kemudian pada pasal 42 disebutkan, dalam waktu 1x24 jam, pelapor atau korban berhak menerima perlindungan oleh aparat kepolisian.

Selama kurun waktu itu, polisi berhak membatasi gerak pelaku, baik membatasi atau menjauhkan korban dengan pelaku maupun hak lain. Selanjutnya, sejak perlindungan sementara kepolisian wajib mengajukan permintaan perlindungan kepada LPSK.

Baca Juga: KPPPA Dukung Percepatan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

4. Hak perlindungan hingga pemulihan korban. Dalam pasal 67, korban kekerasan seksual memiliki tiga hak, meliputi hak atas penanganan; hak atas perlindungan; dan hak atas pemulihan.

Pemenuhan atas hak tersebut merupakan kewajiban negara sesuai kondisi dan kebutuhan korban.Hak atas penanganan misalnya, mendapat dokumen hasil penanganan, layanan hukum, penguatan psikologis, perawatan medis, hingga hak untuk menghapus konten seksual berbasis elektronik yang menyangkut korban.

5. Dana restitusi bagi korban. Pasal 30 UU TPKS mengatur soal hak restitusi atau ganti kerugian yang didapat korban kekerasan seksual. Dana restitusi diberikan atas putusan hakim yang menetapkan pelaku bersalah.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Merebak, Kemenko PMK Angkat Suara

Nantinya, penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan pelaku kekerasan seksual atas izin pengadilan negeri setempat. Namun, restitusi dapat dikembalikan jika perkara tidak jadi dituntut karena tak cukup bukti.***

Editor: Tia Martiana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah